Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menetapkan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi sebesar Rp150.000.
Dalam surat edaran yang dikeluarkan tanggal 6 Juli 2020 disebutkan batasan tarif tertinggi berlaku untuk masyarakat yang melakukan rapid test antibodi atas permintaan sendiri.
Sebelumnya, banyak keluhan dari masyarakat terkaitnya tarif rapid test yang tidak sama dan mahal, berkisar antara Rp150.000 sampai Rp900.000.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selasa kemarin (07/07), Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta Kemenkes membuat standar harga tes cepat Covid-19, yang juga menjadi salah satu syarat bepergian selama pandemi corona.
"Apabila standardisasi harga tersebut tidak segera ditetapkan, berpotensi membuka peluang komersialisasi yang akan membebani masyarakat khususnya masyarakat yang akan bepergian," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya.
Sepekan sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga meminta Menteri Keuangan supaya memberikan subsidi rapid test bagi masyarakat pengguna transportasi umum.
Tarif maksimal masih terlalu mahal
"Hanya dengan dua tetes darah, dapatkan hasil dengan kepekaan setinggi 96,9 persen dan kekhususan sebesar 99,4 persen dalam waktu 15 menit," bunyi iklan lainnya.
Bahkan, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyebutnya sebagai 'game-changer', sambil mengatakan kemudahan yang ditawarkan rapid test semudah tes kehamilan.
Walaupun ada banyak iklan yang menarik perhatian, Australia sendiri telah melarang alat tes ini untuk dijual bebas, dengan memperingatkan penyalahgunaannya dapat membawa konsekuensi yang serius.
Pakar juga berhati-hati dalam menggunakan pengetesan rapid ini untuk mendiagnosa sebuah penyakit atau mengetahui daya tahan tubuh seseorang.
"Kami belum mengetahui banyak tentang pengetesan antibodi, yaitu berapa lama antibodi itu akan muncul, dan malah, apa artinya kalau hilang," kata Dr Gail Matthews dari Departemen Penyakit Menular di Rumah Sakit St Vincent's di Sydney.
Laporan tambahan dari Echo Hui dan Lucy Carter
(ita/ita)