Andi Monji berusia 10 tahun ketika dia dipaksa untuk menonton ayahnya dieksekusi oleh tentara Belanda.
Pria yang kini berusia 83 tahun, bulan Maret kemarin pergi ke Den Haag, Belanda, bersaksi di depan pengadilan, kemudian mendapat 10.000 euro (sekitar Rp 168 juta) sebagai ganti rugi atas kematian ayahnya.
"Ayahnya, Tuan Monjong, adalah satu dari lebih dari 200 orang yang dieksekusi mati saat pembantaian desa Suppa, 28 Januari 1947," kata pengacara Andi, Liesbeth Zegveld, kepada ABC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski pernah menolak membayar ganti rugi, Pemerintah Belanda secara resmi sudah meminta maaf atas kekerasan brutal yang terjadi di Indonesia selama tahun 1940-an.
Banyak kekejaman yang dilakukan di sejumlah pulau saat Belanda menguasai Nusantara, hingga Presiden Sukarno memproklamasikan negara kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Apakah pembayaran ganti rugi juga bisa diajukan atas nama korban warga Aborigin di Australia yang menjadi korban kekerasan kolonial kerajaan Inggris?
Pembantaian di desa Suppa
"Masyarakat Aborigin dan Torres Strait Island memiliki hak tidak hanya atas ganti rugi dari kerusakan yang dilakukan di masa lalu, tetapi juga mengambil langkah-langkah efektif untuk menghentikan pelanggaran yang berlanjut, dan menjamin tidak ada pengulangan," kata Oscar.
"Tanpa langkah-langkah tersebut, kita tidak melihat perubahan yang berarti. Misalnya, meskipun perdana menteri Kevin Rudd sudah meminta maaf di tahun 2008, kita melihat peningkatan jumlah anak-anak Aborigin dan Torres Strait Island yang dikeluarkan dari rumah mereka."
Penelitian nasional di Australia menunjukkan anak-anak Aborigin 10 kali lebih mungkin diambil dari keluarga mereka, dibandingkan anak-anak Australia lainnya.
Dari jumlah tersebut artinya 36 persen anak-anak di Australia tinggal terpisah dari orang tua mereka.
Diperkirakan 17.664 anak-anak Aborigin dan Torres Strait Island tidak dibesarkan di rumah mereka sendiri pada tahun 2017, dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya, yang berjumlah 9.070 anak.
"Kami perlu pengakuan bahwa sistem ini rusak, kemudian mengatur ulang hubungan antara pemerintah dan warga kami, serta mengimplementasikan proses dan pengambilan keputusan secara bersama di semua tingkat pemerintahan," kata Oscar.
Simak artikelnya dalam Bahasa Inggris di sini.
(ita/ita)