Setelah 76 hari ditutup atau 'lockdown', kota Wuhan yang jadi sumber awal penularan virus corona telah dibuka kembali.
Jutaan warga akhirnya dapat berpergian, setelah harus diam di rumah sejak 22 Januari.
Salah satu warga yang terperangkap di Wuhan adalah Zhu Yi, yang pulang ke kota tersebut pada tanggal 20 Januari untuk merayakan Imlek bersama keluarganya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mendengar kabar diangkatnya status 'lockdown' di Wuhan, perempuan tersebut merasa senang.
"Warga di Wuhan sangat senang karena kami sudah terkunci di dalam rumah lama sekali," katanya kepada ABC.
Namun, bukan berarti juga semua hal akan kembali berjalan seperti semua di kota Wuhan.
Pergerakan warga masih dibatasi
Pergerakan warga lokal di Wuhan masih dibatasi, setelah melihat masih adanya 1.000 orang dalam pengawasan dan dirawat karena COVID-19.
Padahal tanggal 12 Februari penularan virus corona di kota Wuhan sedang dalam keadaan parah, daerah tempat tinggal Liu dalam status 'lockdown', yang artinya ia tidak dapat mengatur rencana transportasi dalam waktu sesingkat itu.
"Rumah yang menampung adik saya tidak bisa mengirim almarhum ke rumah sakit karena tidak ada yang mau menerima dia," katanya.
Hal yang sama juga dirasakan ribuan keluarga di China yang kehilangan anggotanya karena virus corona atau terbatasnya akses ke rumah sakit.
Kehidupan di kota Wuhan pun akan terlihat berbeda, tidak akan seperti sebelumnya.
Pagar sementara dan kawat berduri, yang semula digunakan untuk membatasi aktivitas di luar rumah, telah dilepaskan di beberapa rumah warga. Tapi tetap ditemukan di kawasan lainnya.
Di supermarket, masih diterapkan aturan 'physical distancing' dan pengecekan suhu badan masih dilakukan.
Bagi kota dengan populasi 11 juta orang ini, keadaan mereka tidak akan segera normal seperti semula.
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia
(ita/ita)