Menurutnya, penelitian menunjukkan anak-anak cenderung memiliki gejala yang relatif ringan, tetapi jarang terjadi kasus tanpa gejala sama sekali.
"Datanya meyakinkan. Sejauh ini tidak banyak kasus penyebaran asimptomatik [tanpa gejala] pada anak-anak yang kita ketahui."
Tapi ini bukan berarti COVID-19 tidak menjangkiti sejumlah kecil anak-anak.
Tiga anak dalam penelitian yang disebut Profesor Collignon memerlukan perawatan intensif, tetapi ketiganya memang memiliki kondisi kesehatan bawaan.
Penelitian lain, melibatkan 2.000 anak dengan COVID-19 yang dikonfirmasi atau dicurigai di China, menemukan kasus yang parah dan kritis dari penyakit ini hanya dalam proporsi yang kecil di setiap kelompok umur.
Gejala pada kasus yang parah ini termasuk kadar oksigen yang rendah atau gagal napas.
Bayi dan balita
Risiko bayi dari COVID-19 juga cukup rendah, meskipun tidak serendah anak-anak yang usianya lebih tua.
Tapi menurut makalah Pediatrics, mereka yang berusia di bawah 1 tahun, memiliki risiko lebih tinggi mengalami kondisi yang parah atau kritis.
Profesor Collignon mengatakan, risiko bayi terjangkit berbagai macam infeksi cenderung lebih tinggi.
"Secara umum, semakin muda usia anak, semakin tinggi risikonya," katanya.
"Jika berusia di bawah 1 tahun, risiko terkena sebagian besar penyakit lebih besar, karena tubuh Anda belum mengembangkan sistem kekebalan apa pun."
Namun ia juga mengatakan belum ada data yang benar-benar meyakinkan bahwa mereka lebih berisiko.
"Ada banyak hal yang belum kita ketahui. Saya juga tidak ingin terdengar seolah-olah kita sudah memiliki jawaban atas segala hal," katanya.
"Tapi pendapat saya saat ini [berdasarkan bukti] adalah bahwa bayi tampaknya tidak berisiko tinggi."
Ibu hamil dan bayinya
Perubahan sistem kekebalan tubuh selama kehamilan menyebabkan risiko perempuan hamil terinfeksi COVID-19 lebih tinggi dari rata-rata orang pada umumnya.
"Tapi sekali lagi, belum ada bukti yang benar-benar jelas, tetapi sejauh analisis saya, perempuan hamil berisiko lebih tinggi daripada mereka yang berusia yang sama," kata Profesor Collignon.
Menurut Royal College of Obstetricians and Gynaecologists Royal Australian dan New Zealand:
- Perempuan hamil tampaknya tidak berisiko mengalami kondisi yang lebih parah dari COVID-19 daripada populasi umum
- Infeksi COVID-19 pada ibu hamil belum terbukti meningkatkan risiko keguguran
- Tidak ada bukti virus dapat menular dari ibu hamil ke bayinya
- Tidak ada bukti virus akan menyebabkan kelainan pada bayi yang belum lahir
- Operasi caesar atau induksi persalinan tampaknya tidak diperlukan, jika tujuannya mengurangi risiko penularan dari Ibu ke anak
- Beberapa bayi yang lahir dari perempuan dengan gejala COVID-19 di China lahir prematur, tetapi tidak jelas apakah ini disebabkan oleh virus atau keputusan dokter.
- Tidak ada bukti bayi yang baru lahir dan bayi berisiko tinggi mengalami komplikasi
- Tidak ada bukti COVID-19 menular dari ibu ke anak melalui ASI, sehingga menyusui tetap dianjurkan, meskipun perempuan dengan virus tersebut harus ekstra hati-hati dengan kebersihan dan mempertimbangkan memakai masker wajah saat menyusui
Profesor Collignon mendesak agar warga mengikuti saran kesehatan masyarakat seputar menjaga jarak saat berinteraksi secara langsung, kebersihan, dan menjauh dari orang sakit.
"Risiko untuk ibu dan bayi mereka, dan anak-anak, tampak sangat rendah jika kita melihat angka kematian," katanya.
"Tapi angkanya bukan nol, jadi kita perlu melakukan apapun yang kita bisa lakukan untuk melindungi mereka."
Dia juga menekankan, meski ada kekhawatiran soal virus corona dan dampaknya pada anak-anak, bayi dan kehamilan, risiko tertinggi sebenarnya dialami para manula.
"Mungkin alih-alih mengisolasi anak-anak, kita harus mengisolasi orang di atas usia 70," kata Profesor Collingon.
"Jangan ada manula yang mengunjungi mereka yang sakit, termasuk cucu-cucunya sendiri, bahkan jika mereka tidak sakit, hindari kontak langsung jarak dekat."
Get the latest health news and information from across the ABC.
Sign up