Perjalanan kehidupan seringkali tidak bisa diduga arahnya, seperti yang dialami oleh perempuan asal Indonesia, Reni Setianingrum dan keluarganya.
Setelah dibesarkan di panti asuhan di Lombok dengan bantuan biaya yang diberikan sepasang suami istri di Australia, Reni akhirnya bisa bertemu langsung dengan 'orangtua asuh'-nya beberapa tahun kemudian.
Reni, sekarang berusia 30 tahunan, lahir di Surabaya, Jawa Timur. Keluarganya pindah ke kota Mataram, Lombok, di tahun 1980-an setelah ayahnya mengalami kesulitan ekonomi akibat kehilangan pekerjaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Lombok, mereka tinggal di sebuah panti asuhan Kristen bernama Patmos yang mendapat bantuan dana yang disalurkan oleh badan amal dunia, 'World Vision'.
Bantuan yang disalurkan berasal dari berbagai negara, termasuk Australia.
Play
Space to play or pause, M to mute, left and right arrows to seek, up and down arrows for volume.
Di panti asuhan, Reni, saat itu berusia 7 tahun mendapat bantuan dari keluarga yang disebut 'sponsor' asal Tasmania.
"Kami pindah ke panti asuhan tersebut berenam, ayah, ibu, dan empat anak, dengan anak lainnya dititipkan ke sanak famili," kata Reni dalam percakapan dengan wartawan ABC Sastra Wijaya baru-baru ini.
Ia tinggal di panti asuhan sampai tamat Sekolah Menengah Ekonomi Atas.
Perjalanan Reni bertemu keluarga sponsornya dimulai ketika ia mulai bekerja di sebuah perusahaan tambang di Lombok Newmont.
"Setelah bekerja di sana selama beberapa tahun saya kemudian mencari pekerjaan di Australia di tahun 2006, ketika waktu itu sedang booming bidang pertambangan." kata Reni.
Ia juga pernah bekerja di negara bagian Queensland dan di kota Adelaide, Australia Selatan.
Saat berada di Australia, Reni mengontak kembali World Vision dan terlibat dalam salah satu kegiatan mereka.
"Salah satu kegiatan mereka adalah mendaki gunung Kilimanjaro di Afrika untuk mengumpulkan dana, dan ketika kontak lagi dengan staf World Vision, saya menceritakan jika dulu saya pernah disponsori oleh keluarga asal Australia," jelasnya.
Tidak saja Reni yang memiliki hubungan dekat dengan Australia, tapi juga kakak perempuannya, Retno Damayanti.
Retno menikah dengan pria asal Australia, Martin Hand, yang kini tinggal di Ulan Bator, ibukota Mongolia.
Mereka memiliki seorang anak perempuan berusia 7 tahun, bernama Gabrielle.
Retno bertemu suaminya saat ia bekerja di perusahaan tambang Newmont Nusa Tenggara, tahun 2003.
Menikah di tahun 2005, mereka pernah tinggal di Madagascar, Las Palmas, Spanyol, dan sekarang tinggal di Mongolia, sejak suaminya bekerja di sebuah perusahaan tambang internasional.
Mengingat kembali kehidupan mereka di panti asuhan di Lombok, Retno mengatakan merasa bersyukur dengan kehidupan yang dialaminya sekarang.
"Saya dan adik saya tipe orang yang belajar keras. Meski kami tidak memiliki buku untuk belajar, kami berusaha meminjam dari sekolah atau mendapatkan buku pelajaran bekas kakak-kakak yang lebih tua di Panti," kata Retno.
"Karena panti asuhan tidak memiliki dana lebih untuk membelikan buku pelajaran, kami mendapatkan buku dan alat-alat tulis dari sumbangan gereja atau donatur lain."
Retno mengatakan mereka sekarang membuka sekolah kejuruan, dengan tujuan membantu orang tua setelah tamat sekolah.
"Puji Tuhan saya dan adik selalu mendapatkan peringkat pertama di sekolah SD dan SMEA 2 Mataram."
"Saya melihat kesusahan dan kesedihan di belakang adalah cara Tuhan membentuk kita menjadi manusia yang lebih baik, tidak sombong, tapi harus menghargai orang lain tanpa menghakimi," kata Retno.
Simak artikel menarik lainnya dari ABC Indonesia.
(ita/ita)