- Pengadilan Federal di Brisbane membatalkan "pajak backpacker" yang dikenakan pekerja working holiday visa
- Mereka yang terdampak akan dikembalikan pajak yang dipotong dari penghasilan selama bekerja di Australia
- Kalangan petani menyambut baik keputusan ini
Pengadilan Federal di Brisbane pada hari Rabu (30/10/2019) memutuskan, pajak backpacker yang diterapkan kantor pajak Australia (ATO) selama ini tidak sah karena bersifat diskriminatif.
Kasus ini berawal ketika Catherine Addy, seorang backpacker asal Inggris, menggugat kebijakan ATO tersebut ke pengadilan.
Dia pernah bekerja di sektor perhotelan selama berada di Australia dari tahun 2015 hingga 2017.
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan pengacaranya kepada ABC News, Addy menilai pajak yang lebih berat terhadap orang asing dibanding warga Australia yang mengerjakan pekerjaan yang sama, jelas tidak adil.
"Menurut akal sehat, tak peduli negara asal kita, jika kita melakukan pekerjaan yang sama maka seharusnya kita mendapatkan bayaran yang sama," katanya.
Setiap tahun sekitar 150.000 orang asing datang ke Australia dengan visa liburan kerja (WHV), dan keputusan pengadilan ini kemungkinan berdampak pada minimal sebagian di antaranya.
Pengadilan menganggap pajak backpacker merupakan "bentuk diskriminasi berdasarkan kebangsaan" karena bertentangan dengan klausul non-diskriminasi dalam perjanjian perpajakan antara Inggris dan Australia.
Australia juga memiliki perjanjian serupa dengan Amerika Serikat, Jerman, Finlandia, Chili, Jepang, Norwegia, dan Turki.

Karena adanya pajak penghasilan bagi pekerja backpacker, perkebunan buah dan sayur di Australia mengalami kesulitan mencari tenaga pemetik di musim panen. (ABC News: Laurissa Smith)
Seorang petani nanas di Negara Bagian Queensland, Chris Fullerton, menjelaskan selama musim panen, lebih dari 90 persen tenaga kerja kasual di pertaniannya diisi para backpacker.
Dia mengungkapkan para pekerjanya mengeluhkan adanya pajak yang mereka anggap tidak adil tersebut.
"Mereka tidak mengerti mengapa mereka bekerja bersama dengan orang Australia, namun dikenakan pajak berbeda," katanya.
Kalangan petani di Victoria sebelumnya telah mengeluhkan adanya kekurangan tenaga pemetik saat panen, terutama untuk komoditas buah.
Hal yang sama terjadi pula di Tasmania, sehingga petani buah terpaksa membiarkan ratusan ton panen mereka membusuk karena tidak cukup tenaga pemetik.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia. (nvc/nvc)