Di balik berita-berita mengenai konflik di dunia Arab dan penangkapan tersangka teroris di Australia, tersimpan beragam cerita mengenai kehidupan warga keturunan Timur Tengah yang penuh gairah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konon orang keturunan Mesir memang dari sananya memiliki DNA yang memungkinkan mereka suka bercanda.
Hal ini disampaikan ilmuan Australia keturunan Mesir Amro Ali, yang mengutip kisah bagaimana Pemerintah Romawi yang waktu itu menguasai Mesir melarang penduduk setempat menjadi praktisi hukum.
"Pasalnya, orang Romawi tahu bahwa orang Mesir terlalu sering bercanda di pengadilan," kata Ali kepada ABC.
"Orang Mesir sampai hari ini masih menganggap negara paling lucu di dunia adalah Mesir sendiri," tambahnya.
Seorang komedian di Sydney, Frida Deguise, juga percaya bahwa orang Arab itu tergolong lucu dan suka ketawa. Sebagai pelawak keturunan Lebanon, Frida Deguise menepiskan persepsi bahwa orang Arab itu pemarah, rasis dan suka perempuan!
"Jika anda mengenal orang Arab dari dekat, anda akan tahu betapa lucunya mereka," tuturnya.
Namun pelawak Australia lainnya yang keturunan Mesir, Akmal Saleh, mengatakan selera humor sama sekali tidak ada kaitannya dengan etnis tertentu.
Tidak memelihara anjing
Sama seperti warga keturunan Yunani dan Italia, orang Arab juga tidak memiliki tradisi memelihara anjing di rumah. Generasi pertama pendatang Arab di Australia melihat anjing sebagai ancaman atau paling menganggapnya sebagai penjaga.
Namun kini gerenasi kedua telah sama saja dengan warga Australia lainnya dalam memandang anjing sebagai peliharaan.
Seorang artis panggung bernama Candy Royalle mengatakan, orangtuanya mulai berubah pandangannya tentang anjing peliharaan saat ia mulai beranjak besar.
Saat Royalle remaja, orangtuanya memelihara seekor anjing bernama Bear, yang tampaknya mengubah pandangan mereka mengenai kehidupan binatang.
Artis lainnya bernama Samia Sayed juga memiliki pengalaman serupa.
Urusan memelihara anjing di rumah ini tampaknya bisa menjadi indikator bagaimana generasi kedua warga Australia keturunan Arab mengalami perubahan dalam kehidupan mereka.
Anak-anak Ibrahim
Ada kelompok bernama Abe &rsquos Babes di Sydney (Abe merujuk kepada Nabi Ibrahim di dalam kitab suci agama samawi, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam). Kelompok ini menulis dan menampilkan drama mengenai konflik Israel/Palestina yang fokusnya pada prasangka di antara keduanya.
Ide awalnya muncul saat kurator kelompok ini, Yvonne Perczuk, mendengar komentar rasis mengenai orang Islam dan Arab di kalangan teman-teman Yahudinya.
Perczuk merasa prihatin dan menduga, apakah hal yang sama juga terjadi di kalangan orang Islam dalam memandang orang Yahudi. Ia belakangan menemukan hal itu benar adanya.
Perczuk kemudian bertemua dengan Nur Alam, penulis dan penyair yang bekerja di komunitas Muslim. Keduanya sepakat untuk mendirikan Abe &rsquos Babes bersama teman-teman Yahudi dan Kristen lainnya.
Setelah sekian tahun, kelompok teater ini mulai menampilkan naskah berjudul ;The Laden Table.
"Sedapat mungkin kami bersikap jujur terhadap satu sama lain, makanya kami menggali cerita dari kejadian sebenarnya," jelasnya.
Ia menjelaskan, cerita ini digali dari sumber warga Palestina yang terusir dari rumahnya serta warga Yahudi yang bekerja membantu orang Palestina di Israel.
Mungkin karena Abe's Babes menantang rasisme dan mempertanyakan prasangka yang ada di antara kedua pihak, maka banyak warga yang menentang kelompok ini.
Mereka sempat tampil bekerja sama dengan kelompok Bakehouse Theatre selama tiga malam saat Gaza dibombardir Israel bulan Juli 2014.
Perczuk dan Alam berharap semoga teater mereka bisa menjangkau penonton yang lebih luas lagi.
(nwk/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini