Elizabeth Pisani: Keakraban Australia-Indonesia Tergantung Rakyatnya

Elizabeth Pisani: Keakraban Australia-Indonesia Tergantung Rakyatnya

- detikNews
Selasa, 02 Sep 2014 14:25 WIB
Jakarta -

Elizabeth Pisani, penulis asal Inggris yang sudah puluhan tahun wara-wiri di Indonesia, menilai hubungan Australia - Indonesia bisa lebih erat bila rakyat kedua negara merasa perlu dan ingin tahu lebih banyak tentang satu sama lain.

“Terima kasih atas kesempatan yang diberikan… tetapi saya akan menolak. Meskipun kami dekat dengan Indonesia, atau mungkin justru karena kedekatannya, tak banyak keingintahuan tentang [Indonesia ] di kalangan orang Australia. [Indonesia] adalah tetangga terdekat kami, maka cenderung dianggap sudah dikenal, dan tidaklah eksotis.”

Begitulah kira-kira bunyi surat penolakan yang diterima penulis dan epidemiolog Elizabeth Pisani pada tahun 2011 saat ia menawarkan buku karangannya, Indonesia Etc.: Exploring the Improbable Nation pada sebuah penerbit Australia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Buku tersebut bercerita tentang sejarah Indonesia, dan juga tentang perjalanan Pisani ke berbagai pelosok nusantara, yang ia lakukan setelah sekitar 25 tahun mengenal Indonesia sebagai seorang jurnalis dan epidemiolog.

Kata ‘Etc' berarti ‘dan lain-lain' dalam judul buku itu merujuk pada kalimat dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: ‘Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. ‘

Menurut Pisani, Indonesia masih berkutat dengan ‘dan lain-lain', alias bentuk politiknya, hingga saat ini.

Elizabeth Pisani

Elizabeth Pisani ; (Foto: Jerry Bauer)

Pada akhirnya, buku Indonesia Etc sampai juga ke Australia, setelah diterbitkan oleh penerbit di Inggris Raya.

Tapi bukan berarti pernyataan dari penerbit Australia tersebut sepenuhnya salah.

Menurut Pisani, yang sedang berkunjung ke Ausralia dalam rangka Melbourne Writers Festival dan Festival of Dangerous Ideas, hubungan Australia-Indonesia cenderung dangkal.

Ini terlihat, ceritanya, saat ia tampil di acara Q&A ABC, yaitu acara diskusi panel melibatkan sejumlah pakar yang menjawab pertanyaan dari penonton.

“Tak ada satu pun pertanyaan [dari penonton] berhubungan dengan Indonesia. Menurut saya itu mengejutkan, mengingat baru-baru ini ada beberapa isu terkait Indonesia, seperti pemilihan presiden,” ucap Pisani dalam wawancara dengan Australia Plus.

“Jadi saya rasa Indonesia tidaklah menduduki posisi puncak dalam agenda negara ini [Australia], dalam diskusi seputar peristiwa internasional pun. Saya rasa itu aneh, mengingat jaraknya yang dekat,” katanya.

Memang, ada pakar dan akademisi dari Australia yang telah menghasilkan karya-karya ilmiah bagus tentang Indonesia, namun penggambaran tentang Indonesia di media pada umumnya masih cenderung menyederhanakan.

Indonesia dikesankan sebagai negara yang menakutkan dan peristiwa bom Bali masih menghantui.

“Saya paham bahwa peristiwa mengerikan itu membekas di benak Australia, namun itu terjadi saat masa yang amat tak menentu, setelah berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto,” ucap Pisani.

“Sejak saat itu, Indonesia sudah mengkonsolidasikan demokrasinya. Dan saya bisa bilang ngeara itu adalah salah satu yang paling sukses dalam bidang demokrasi di abad ke 21,“ tegasnya.

Yang bisa mengeratkan hubungan Indonesia-Australia saat ini bukanlah pemerintahnya, melainkan rakyatnya, ; lanjut Pisani.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang sebenarnya sudah berusaha mendekatkan negaranya dengan Australia, sebentar lagi akan meninggalkan jabatannya, dan pemerintahan selanjutnya, menurut Pisani, tidak akan memberi perhatian terlalu banyak pada Australia.

“Jadi, menurut saya pengeratan hubungan hanya akan terjadi bila rakyat Australia dan Indonesia memiliki kebutuhan atau keinginan untuk mengenal satu sama lain dengan lebih baik,” tuturnya.

Salah satu yang menghambat kedekatan antar penduduk di Australia dan Indonesia adalah karena orang Indonesia tidak tertarik pada olahraga yang dimainkan di Australia, jelasnya dalam wawancara dengan Mark Colvin dari Radio National ABC.

Pisani memberi contoh saat berjalan-jalan di Indonesia ia sering mendengar komentar terkait tim sepakbola Manchester United begitu ia bercerita bahwa ia warganegara Inggris.

“Ini semuanya tentang ikon budaya” ucapnya.

Membahas Korupsi di Indonesia di Australia

Dalam sebuah diskusi di Melbourne, Pisani membahas tentang bagaimana korupsi di Indonesia terkait dengan sejarah dan kebudayaan Indonesia.

Tumbuh suburnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, misalnya taktik Soeharto untuk membangun ‘piramida korupsi &rsquo melibatkan etnis China Indonesia dan angkatan bersenjata, juga budaya Indonesia yang membangun jaringan pertemanan berdasarkan kegiatan membalas budi, tuturnya dalam diskusi tersebut.

Sejak lengsernya Soeharto dan diterapkannya desentralisasi, korupsi belum hilang, tetapi menjadi cenderung lebih demokratis, nyata Pisani.

Ia memberi contoh, seorang warga di desa kecil di Indonesia bisa menelepon saudara jauhnya yang menduduki kursi di DPR untuk meminta tolong terkait masalah birokrasi yang ia hadapi.

“Menurut saya model korupsi baru ini lebih demokratis dan memberi lebih banyak ke lebih banyak orang, maka akan lebih susah dihilangkan,” ucapnya dalam diskusi yang juga dihadiri Ahmad Fuadi, penulis buku Negeri 5 Menara.

Salah satu cara untuk mengurangi korupsi di Indonesia adalah dengan mengenalkan sistem penyaluran dana yang sistematis dan legal, terang Pisani.

Ini bisa diterapkan misalnya dalam birokrasi atau dalam arena politik, terkait pemberian dukungan politik bagi kandidat tertentu.

Jatuh Cinta dengan Kekasih yang Sulit Dimengerti

Pisani sudah mengenal Indonesia sejak remaja. Saat berusia 17 atau 18 tahun, ia melancong dari Bangkok ke Bali dan mendapati bahwa Indonesia adalah negeri yang paling ia sukai dalam perjalanan tersebut.

Saat baru menjadi wartawan, Pisani ditempatkan di Indonesia dan berksempatan menjelajah berbagai lokasi di nusantara.

Salah satu alasannya mencintai Indonesia adalah karena keberagamannya. Dalam satu orang Indonesia saja terdapat begitu banyak kontradikisi, cerita Pisani.

“Keberagaman yang ‘gila' itu tercermin dalam skala nasional. Bagaimana anda tidak jatuh cinta?” seloroh Pisani.

Toh, sampai saat ini ia mengaku masih belum memahami Indonesia, yang telah "dikencaninya" selama puluhan tahun.

“Saya rasa tak seorang pun memahami Indonesia, yang jelas saya tidak,” ucap Pisani dalam wawancara dengan Mark Colvin.

(nwk/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads