Asrorun Niam: Berkaca Kasus Vita, Waspada Jaringan Eksploitasi Anak

Asrorun Niam: Berkaca Kasus Vita, Waspada Jaringan Eksploitasi Anak

- detikNews
Kamis, 02 Feb 2012 09:28 WIB
Jakarta - Model iklan cilik, Ruvita Sari, akhirnya ditemukan setelah hampir tiga pekan menghilang. Berkaca dari kasus Vita, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta masyarakat mewaspadai jaringan perekrut untuk tujuan eksploitasi anak.

"KPAI menemukan indikasi adanya jaringan yang melakukan perekrutan anak untuk dipekerjakan, termasuk anak bayi yang mengarah pada eksploitasi. Untuk itu polisi diminta mendalami," kata Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Asrorun Niam Sholeh.

Berikut ini wawancara detikcom dengan Asrorun, Rabu (1/2/2012):

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa hasil kesepakatan mediasi antara orang tua kandung Vita dengan orang tua angkatnya yang difasilitasi KPAI?

KPAI kemarin melakukan mediasi antara orang tuanya R dan Bu Maya yang merupakan ibu angkatnya. Hadir pula dari Polda Metro Jaya untuk mencari penyelesaian terbaik. Ada beberapa hasil yang didapat, pertama, adanya komitmen bersama untuk penyelesaian secara kekeluargaan.

Kedua, masing-masing pihak mengakui adanya kekurangan dan atau kesalahan terkait dengan pemenuhan hak anak. Akan tetapi masing-masing pihak punya komitmen untuk mencari titik temu demi kepentingan terbaik anak. Antara lain menjamin agar si anak bisa kembali bersekolah dan tidak membebani anak jenis pekerjaan yang menyebabkan terhalanginya hak dasar anak, termasuk menghentikan untuk mempekerjakannya untuk syuting.

Ada indikasi Vita sengaja diperkerjakan atau dieksploitasi?

Bukan begitu. Secara umum kami pesan kepada publik, bahwa pelaku industri termasuk perfilm-an sering kali memanfaatkan anak untuk kepentingan syuting. Kadang dicari anak atau bayi yang mau ikut syuting sesuai peran yang dibutuhkan, lalu dibayar dengan upah tertentu. Nah, ada indikasi ada yang melakukan seperti ini.

KPAI menemukan indikasi adanya jaringan yang melakukan perekrutan anak untuk dipekerjakan, termasuk anak bayi yang mengarah pada eksploitasi. Untuk itu polisi diminta mendalami.

Seperti Vita kan tinggal di dekat kampung artis, biasanya untuk kepentingan syuting itu ada yang mencari untuk kebutuhan syuting. Lalu pesan ke orang sekitar. Lalu orang sekitar yang diminta itu hunting. Meskipun yang dicari sekadar hiburan, tapi terkadang syuting dilakukan di malam hari yang seharusnya anak dan bayi beristirahat.

Bayi dan anak-anak dilarang tampil di sinetron atau tayangan televisi?

Jadi begini, misalnya di sinetron ada peran untuk bayi 6 bulan. Kalau ada cerita begitu, nggak harus ada visualisasinya. Jangan karena orang miskin, atas nama kemiskinan diambil jasanya dan berdampak tidak baik pada bayinya.

Kalau dalam konteks pengembangan kreativitas, asalkan hak anak terpenuhi ya tidak apa-apa. Ada indikasi, fakta yang tak terbantahkan, akibat aktivitas syuting yang kemudian tidak mengenal waktu lalu anak sampai putus sekolah. Karena sibuk syuting lalu pendidikan dasarnya terbengkalai. Kalau begini pelaku usaha juga melanggar hak anak.

Menurut catatan KPAI, fenomena ini banyak terjadi?

Ada indikasi ke arah itu. Kami mengisukan perlindungan anak. Kami pernah mendapat informasi pelaku usaha memperoleh bayi untuk keperluan syuting dengan menyewa. Biasanya ini diperoleh dari keluarga yang secara ekonomi tidak mampu. Dalam konteks pemenuhan hak anak, tidak boleh dieksploitasi. Apalagi ini kan untuk kepentingan orang dewasa.

Terkadang ibunya enjoy saja bila anaknya sibuk syuting karena berpikir mumpung dapat uang. Nah, ini jadi embrio eksploitasi. Perlu proporsionalitas. Di sisi lain ada hak anak untuk bermain. Kalau anak diberi pilihan secara absolut, tidak ada anak yang mau belajar, maunya main. Orang tua yang memberikan guidance bagi anak.

Jika memang ada minat dan bakat anak di dunia peran dan sebagainya, maka hak dasar mereka juga harus dipenuhi. Hak belajar, hak bermain. Sel syaraf otak mereka harus dirangsang sejak kecil, kalau tidak dikembangkan karena anak harus bekerja dan bekerja terus tentu akan membahayakan anak.

Kecenderungannya hak ini lantas diabaikan ketika anak memasuki dunia kerja?

Jadi ketika anak-anak syuting karena masuk dunia peran, maka konteksnya harus menyalurkan bakat dan bukan sebagai pekerja. Kalau dilihatnya sebagai penyaluran minat dan bakat maka anak tidak ditumpukan beban ekonomi sehingga hak mereka sebagai anak terabaikan.

Anak berhak mendapatkan pendidikan keagamaan, hak kesehatan, hak pendidikan dasar dalam kondisi dan situasi apapun, juga hak sosial untuk memperoleh pengasuhan yang memadai.

Bagaimana dengan paparan hedonisme pada anak yang masuk dunia serba glamor?

Ini kita tidak bisa menyalahkan pada anak. Dia tinggal di lingkungan artis yang serba glamor, dan ini bisa memberikan paparan negatif pada anak. Mereka setiap hari menyaksikan glamornya hidup artis, yang bisa jadi adalah tampilan sesaat, tapi menghipnotis, meninabobokan lalu terobsesi jadi artis.

Ini harus jadi koreksi total dalam kehidupan kita. Ini peran kelurga untuk membimbing anaknya. Orang tua jangan secara gampang menyalurkan atau mendistribusikan anak untuk kepentingan komersil lalu tidak menjamin dampaknya. Peran keluarga sangat besar di sini untuk memberi pengertian pada anak.

(vit/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads