Bupati Dedi Larang Guru Jual LKS, Ancamannya Pecat

Bupati Dedi Larang Guru Jual LKS, Ancamannya Pecat

Tri Ispranoto - detikNews
Selasa, 20 Sep 2016 18:15 WIB
Foto: Tri Ispranoto/detikcom
Purwakarta - Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, kembali mengeluarkan kebijakan soal pendidikan di daerahnya. Setelah mengancam tidak naik kelas hingga dikeluarkan dari sekolah bagi siswa yang kedapatan menggunakan kendaraan dan merokok, kali ini ada Surat Edaran (SE) yang melarang penjualan Lembar Kerja Siswa atau LKS.

Dalam SE No 421.7/2156/Disdikpora tentang Larangan Menjual Buku Lembar Kerja Siswa itu, Dedi secara tegas melarang siapa pun yang berada di lingkungan pendidikan menjual atau menggunakan LKS.

"Sanksinya bagi kepala sekolah bisa diturunkan, dan bagi tenaga pengajar, UPTD, dan pengawas bisa penundaan kenaikan pangkat atau jabatan," tegas pria yang akrab disapa Kang Dedi itu, Selasa (20/6/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Foto: Tri Ispranoto/detikcomFoto: Tri Ispranoto/detikcom

Langkah tersebut adalah sambungan dari SE mengenai larangan PR akademis dan diganti menggunakan hal yang bersifat aplikatif dan kreatif. Selain itu SE tersebut pun sebagai jawaban dari keluhan masyarakat baik secara langsung mau pun melalui SMS Center yang keberatan dengan adanya LKS.

"LKS selama ini malah membebani siswa mulai dari administratif dan keuangan. Karena LKS itu setiap pelajaran ada dan harus dibayar persatu bukunya Rp 10-15 ribu," tuturnya.

Dedi mengatakan, keberadaan LKS tidak membantu siswa belajar aplikatif dan membuatnya kreatif. LKS selama ini malah banyak dirasakan manfaatnya oleh para guru karena selain mendapat fee juga mereka tidak perlu repot lagi mengajar.

Padahal, kata Dedi, dia menginginkan sosok guru mengajar bukan hanya agar anak pintar namun juga menghasilkan sosok yang kreatif dan produktif. Pasalnya selama ini banyak orang yang pintar namun selalu kalah dengan mereka yang kreatif dan produktif.

"Seharusnya guru lebih kreatif. Guru sekarang itu berkualifikasi S1, S2, bahkan ada juga yang S3 tapi kreatifitasnya di bawah jaman dulu yang hanya lulusan SMA atau D1," ucapnya.

Foto: Tri Ispranoto/detikcomFoto: Tri Ispranoto/detikcom

Menurut Dedi, guru pada jaman dulu lebih kreatif lantaran harus mencari bahan ajaran sendiri karena buku paket dan LKS belum ada. Selain itu mereka pun berusaha menyampaikan ilmu yan didapat secara menarik dan aplikatif sehingga dengan mudah ditangkap oleh anak pada zamannya.

"Apa yang disampaikan guru itu sudah di luar kepala semua sehingga tumbuh lah kreatifitas. Kalau jaman sekarang kan mereka mengajar enak karena perlengkapan sudah banyak. Guru itu seharusnya menjadi wali Allah SWT sebagai penyampai pesan ilmu, bukannya menjadi wali percetakan (LKS)," pungkas Dedi. (trw/trw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads