"Menyatakan tidak menerima permohonan pemohon," putus ketua majelis MK Prof Arief Hidayat dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
MK tidak menerima permohonan itu karena M Sholeh warga Surabaya sehingga dinilai tidak memiliki hak untuk menggugat urusan daerah lain yaitu Yogyakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, syarat harus Sultan merupakan syarat yang konstitusional karena Yogyakarta merupakan kerajaan yang telah ada sebelum Indonesia merdeka sehingga mempunyai status yang istimewa.
"Yogyakarta sudah lebih dulu ada dari Indonesia dan berjasa pada kemerdekaan RI," ujar Maria.
Dalam permohonannya, M Sholeh keberatan dengan syarat sultan sebagaimana tertuang dalam UU DIY. Sholeh menyatakan Pasal 18 ayat (1) huruf c UU 13/2012 yang mensyaratkan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY harus bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur tidak demokratis. Sebab menghalangi Pemohon maupun warga negara lain untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur/Wakil Gubernur DIY. Begitu juga ketentuan bahwa anak perempuan Sultan Hamengku Buwono tidak bisa dicalonkan menjadi Gubernur/Wagub DIY.
"Ketentuan a quo dalam perspektif gender melanggar HAM dan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945," alasan M Sholeh. (asp/trw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini