"Belum. Saya belum terima surat itu. Tapi surpres (surat presiden) itu seharusnya datangnya apabila suatu UU itu sudah akan dilaksanakan pengerjaannya. Ini kan baru mau ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR," kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (19/2/2016).
Agus menegaskan bahwa revisi UU KPK masih belum dibahas di rapat paripurna yang sudah tertunda dua kali. Seharusnya, surpres baru dikirim setelah suatu RUU disahkan jadi usul inisiatif DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun mengingatkan bahwa pembahasan RUU, termasuk revisi UU KPK harus dibahas sesuai prosedur. Apalagi, saat ini masih ada fraksi di DPR yang menolak revisi UU KPK.
"Kalau terburu-buru seperti ini, ya akhirnya menjadi lebih tidak karuan lagi," ucap Agus.
"Ini adalah usulan inisiatif DPR RI. Harus DPR godok matang dulu dong di sini, jangan terburu-buru," sambungnya.
Sebelumnya, Luhut mengatakan Presiden Joko Widodo setuju telah mengirimkan surat persetujuan mengenai revisi UU KPK. Namun revisi yang dilakukan tak boleh melebihi 4 poin usulan pemerintah yakni mengenai: Yaitu pembentukan dewan pengawas, penerbitan SP3, pengangkatan penyelidik dan penyidik serta terkait penyadapan.
"Kami kan Presiden sudah mengirimkan, jadi sudah ada di sana empat (Revisi UU)," kata Luhut usai menjemput Presiden Jokowi di Halim Perdana Kusumah, Jakarta, Jumat (19/2/2016).
Mengirimkan dimaksud adalah mengirim Surat Presiden (Surpres) terkait persetujuan Presiden atas 4Β undang-undang yang akan direvisi. Luhut menyebut UU KPK, UU Tax Amnesty, dan UU Terorisme. Satu lagi Luhut mengaku lupa.
(imk/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini