Berikut asal mula penyebab pembangunan Terminal Rawamangun yang bermasalah dan membuat Ahok murka:
1. Direvitalisasi tahun 2014 dengan Dana Rp 47 Miliar
|
Jalur keluar Terminal Rawamangun (Foto: dokumen detikcom)
|
Proyek pengerjaan dilakukan lelang online diΒ Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di lpse.jakarta.go.id. Pemenang lelang pekerjaan konstruksi oleh PT. Jaya Konstruksi Manggala Pratama dengan nilali pagu anggaran Rp 50.876.005.000. Sementara untuk pemenang lelang konsultan revitalisasi Terminal Rawamangun adalah PT Indosakti Pancadipo Paragraha dan PT Cinipta Triutama Jaya.
PT Indosakti Pancadipo Pragraha sebagai konsultan Detail Engineering Design (DED) dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp 442.850.000. Sedangkan PT. Cinipta Triutama Jaya sebagai konsultan pengawasan revitalisasi dengan nilai pagu anggaran Rp 1.361.316.000.
Maret 2014 terminal itu sudah mulai dioperasikan sebagian. Beberapa jalur sudah bisa dilewati, namun untuk fasilitas toilet danΒ lahan parkir belum berfungsi.
2. Jalur Sempit, Bus Besar Tak Bisa Masuk
|
Bus mentok di jalur masuk yang sempit
|
Jalur ini dibuat berbelok disebut-sebut karena ada gedung Sudin Perhubungan Jakarta Timur. Sehingga jalur yang harusnya lurus akhirnya berbelok untuk menghindari gedung itu.
Selain jalur 2 yang sempit ternyata jalur 1 kondisinya lebih parah. Jalur ini belum bisa dilalui dan buntu karena terhalang oleh bangunan Sudin Perhubungan. Jalur ini juga akan diperbaiki namun menunggu gedung Sudin Perhubungan dibongkar.
Bus besar tak bisa masuk membuat Ahok marah, apalagi sehari-hari terminal ini dilewati armada 50 perusahaan otobus (PO) AKAP dan 35 PO di antaranya membuka loket penjualan tiket di dalam terminal. Sebagian besar AKAP dengan tujuan Sumatera, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Denpasar. Ada juga 60 bus APTB serta 10 bus Damri jurusan bandara Soekarno-Hatta, 6 trayek KWK (masing-masing 25 unit angkot), 2 jurusan APB dan 80 mikrolet. Kini, sebagian besar angkutan ini mengambil penumpang di luar terminal sehingga tak jarang menyebabkan kemacetan.
3. Gubernur Ahok Ingin Gugat Konsultan
|
|
"Kita mau kirim surat gugatan ke konsultannya. Masa buat desain yang bus nggak bisa masuk naik karena sempit. Ini apa-apaan?" kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakpus, Senin (25/5/2015).
Ia mengatakan pihak Dinas Perhubungan (Dishub) DKI mengaku tak tahu apa-apa soal pembangunan terminal baru tersebut. Hasilnya, saat dimintai pertanggung jawaban oleh Ahok soal terminal ini, Dishub melemparkan seluruh tanggung jawab pada Konsultan. Mulai dari perencanaan, pembangunan sampai pengawasan. Alasannya, karena mereka tak mengerti pembangunan tersebut.
"Kita tanya Dishub, kenapa kalian bangun terminal yang nggak bisa masuk bus gede. Pintuny kecil. (Dijawab Dishub) 'Kami mana tahu, konsultan yang merancang.β Pengawasan semuanya konsultan," ucap Ahok menirukan ucapan pihak Dishub.
Ia menduga kejadian fatal ini terjadi karena perekturan konsultan pembangunan yang tak kompeten. Karena itu dia mengusulkan Dishub untuk menggugat konsultan tersebut.
4. Gedung Sudin Jadi Penyebab Masalah
|
Jalur berbelok karena ada gedung Sudin di depan
|
Jalur khusus bus di Terminal Rawamangun menanjak dan terbagi 2, yakni jalur 1 dan jalur 2. Jalur 1 saat ini belum bisa dioperasikan karena buntu dan terhalang oleh bangunan tersebut. Sedangkan jalur 2 yang pada design awal harusnya dibuat lurus, akhirnya berbelok untuk menghindari bangunan itu.
Jalur yang berbelok itu membuat bus-bus besar sulit bermanuver. Bus akan mentok dan menyerempet tembok pembatas di bagian patahan atau belokan.
Akibat tak bisa masuk, maka bus-bus besar terpaksa menunggu penumpang di luar terminal dan menyebabkan kemacetan. Selain menunggu di luar, ada juga bus-bus yang mencoba masuk, namun bukan lewat pintu masuk. Bus-bus itu masuk lewat pintu keluar dengan cara mundur.
"Selama ini kan orang lihatnya bus nggak bisa masuk, bukan itu sebenarnya hambatannya itu masih ada bangunan yang belum dihapus yaitu kantor suku dinas perhubungan Jaktim," kata Kepala Satuan Pelaksana Operasional UPT Terminal Transportasi Dishubβ, βSyamsul Mirwanβ di Kantornya di Terminal Rawamangun, Jakarta Timur.β
5. Konsultan Sebut Desain Jalur Awalnya Lurus
|
Garis merah (desain saat ini) garis hitam (desain awal) (Foto: Salmah/detikcom)
|
"Desain awalnya memang lurus, karena terhalang gedung Sudin jadinya dibelokin. Kalau dibelokin itu kalau menurut saya juga nggak bisa dari arsiteknya pun kalau belum clear area itu nggak bisa," terang karyawan perusahaan yang bertugas menggambar desain terminal, Putra kepada detikcom.
Ide untuk membelokkan bus akhirnya muncul karena gedung Sudin tak kunjung dibongkar. Kontraktor yang melakukannya. Sementara pihak konsultan desain sejak awal membuat gambar gedung Sudin jadi area parkir.
"Harusnya jalur itu kan dua jalur area kedatangan bus, semuanya lurus. Itu belum selesai (pembangunannya)," terangnya.
Sejak awal, konsultan mengaku sudah membuat desain yang 'lapang' untuk keluar masuk bus. Namun sekali lagi, akibat gedung yang tak kunjung dibongkar, maka desain belok harus dibuat dengan konsekuensi bus yang masuk harus lebih ekstra hati-hati karena sempit.
"Ada bangunan Sudin, kalau kita paksakan dengan desain rencana, maka tabrak bangunan Sudin, itu permasalahannya kenapa nggak mau dibongkar kita nggak tahu," terangnya.
6. Ada Dugaan KKN
|
|
Gubernur Ahok menduga ada kolusi korupsi dan nepotisme dalam renovasi terminal. Ahok menyatakan kontraktor proyek itu sebenarnya mengetahui desain awal terminal, yakni bangunan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur harus dirobohkan sehingga jalur bus menjadβi lurus. Namun desain ini tak dipatuhi.
"βSaya bilang kalian kontraktor sudah tahu dong, ini melanggar dari bentuk gambar? Kenapa sengaja dilanggar?" kata Ahok di kantornya, Kamis (28/5/2015).
Menurutnya kontraktor diduga sengaja tak memenuhi rancang bangun itu. "Jadi, kontraktornya sengaja mau didenda, lucu kan?" kata Ahok.
Kasudin Perhubungan Jakarta Timur Bernard menyatakan bangunan ini tak bisa asal dibongkar. Harus ada surat rekomendasi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta untuk menghapuskan aset negara. Pihak Dishub sendiri sudah mengirimkan surat permohonan sejak 2014 lalu.
"Ini kan terkait bangunan aset milik pemerintah. Kalau tidak ada izin juga tidak bisa asal bongkar. Nanti bagaimana pertanggungjawabannya," ujar Kasudin Perhubungan Jaktim Bernard saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (28/5/2015).
Bernard mengatakan ia bersama anak buahnya masih berkantor di bangunan tersebut. Pihaknya beralasan masih menunggu rekomendasi pembongkaran dari Gubernur."Sejauh ini belum turun rekomendasi gubernur. Kalau itu sudah ada baru bisa dibongkar, karena ini aset pemerintah," paparnya.
BPKAD yang disebut lelet merespons surat yang dikirim itu menolak bila pihaknya dipersalahkan terkait Terminal Rawamangun.
"Saya peringatkan agar tidak memojokkan BPKAD jika tak mengerti masalahnya. BKAD sudah mau memproses tapi Dishub menghapus seperti setengah hati. Pertama permohonan penghapusan yang kami terima bersamaan dengan Terminal Rawamangun lama yang akan dihancurkan untuk dibangun baru. Tapi tidak jadi," kata Kepala BPKAD DKI Heru Budi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (28/5/2015) malam.
Ia mengatakan pengajuan penghapusan aset itu di tahun 2012 bersamaan dengan pengajuan pembangunan Terminal Rawamangun, Jaktim. Saat itu seharusnya penghapusan asetnya dijalankan bersamaan sehingga pembangunan terminalnya tidak bermasalah. Namun penghapusan itu dibatalkan Dishub yang masih dipimpin Udar Pristono dengan alasan ada anggaran rehabilitasi Rp 800 juta di tahun itu.
Heru menduga penundaan penghapusan aset itu agar dana rehabilitasi itu tetap dicairkan. Akhirnya, saat itu yang dikabulkan penghapusan asetnya hanya terminal Rawamangun saja. Padahal, Dishub bisa bertahan sekitar beberapa bulan sampai ada keputusan lelang atau sekedar menyewa tempat. Pasalnya, pengganti kantor Sudin Jaktim itu ada di dalam terminal yang baru.
Ia mengatakan, tahun 2014 Dishub mencoba memasukkan permohonan penghapusan aset kantor Sudin itu kembali. Namun, ada aturan yang mengharuskan bangunan yang sudah direnovasi tak bisa langsung dibongkar. Untuk bangunan kantor Sudin Jaktim ini, masuk dalam kategori rehabilitasi kecil dan baru bisa dibongkar setelah 2 tahun.
"Kalau saya tetap mengabulkan pembongkaran, saya melanggar aturan. Secara logika, kan tahu mau dihapus, kenapa harus dipertahankan untuk dana rehabilitasi? Itu mungkin dibangun 2013 jadi baru bisa dibongkar tahun ini (2015)," terangnya.
"Yang terbaru, mereka kembali memasukkan permohonan sekitar 2 atau 3 bulan yang lalu (tahun 2015). Sekarang sedang kita proses," sambung Heru.
Heru menjelaskan untuk merobohkan gedung Pemda, harus melalui proses penghapusan aset sehingga tak bisa sembarangan dibongkar. Namun, ia juga tak membenarkan langkah Dishub yang 'maju mundur' mengajukan permohonan aset pada BPKAD.
7. Gedung Sudin Dibongkar Agustus 2015
|
|
Setelah disetujui untuk dilelang, maka selanjutnya BPKAD akan bersurat pada BLN untuk segera diproses. Bangunan itu nantinya akan ditinjau oleh tim bentukan BLN. Setelah ditinjau, BLN akan menilai berapa nilai bangunan tersebut untuk dilelang. Setelah ada BLN menilai, nilai itu yang menjadi acuan penawaran terendah untuk peserta lelang.
Setelah proses lelang dilakukan dan akhirnya ditunjuk 1 perusahaan pemenang, maka BPKAD akan melakukan rapat sebelum akhirnya melaporkan pada Ahok pemenang lelang tersebut dan disetujui.
"Prosesnya memang tidak sebentar. Paling cepat Agustus baru bisa dibongkar dengan catatan semuanya dikebut dan Badan Lelang Negara tak ada kerjaan menumpuk," ucap Kepala BPKAD DKI Heru Budi Hartono saat dihubungi detikcom, Kamis (28/5/2015) malam.
Ia menyatakan keberatannya karena dalam sengkarut Terminal Rawamangun ini, BPKAD ditunjuk sebagai penyebab lamanya pembongkaran kantor Sudin Perhubungan Jaktim yang menjadi sumber masalah. Ia menegaskan bahwa sejak awal Dishub yang tak jelas mengajukan penghapusan aset kantor Sudin tersebut.
"Dulu (2012) BPKAD sudah mau menghapus asetnya seluruhnya (bersamaan dengan terminal Rawamangun) tapi Dishub membatalkan. Alasannya saat itu masih ada dana rehabilitasi Rp 800 juta untuk gedung itu. Sekarang tiba-tiba mengajukan untuk dibongkar ya tidak bisa langsung dengan gampang dibongkar," sambungnya
Masalah lain muncul karena saat Dishub mengajukan permohonan tersebut di 2014 baru diketahui gedung itu belum tercatat sebagai inventaris resmi Dishub di BPKAD. Akhirnya harus ada proses pendaftaran aset tersebut di BPKAD DKI Jakarta.
"Di sini juga kita tahu nih kalau ternyata Dishub tidak disiplin dalam pencatatan aset. Setelah kita cek, bangunan itu belum tercantum sebagai asetnya Dishub jadi harus didaftarkan dulu baru kami proses," terang bekas Walikota Jakarta Utara ini.
Halaman 2 dari 8











































