Tak sedikit warga Yogyakarta yang mempertanyakan sabda Sultan Hamengkubuwono X yang melepas gelar khalifatulloh. Gelar itu sudah melekat dari zaman berdirinya Kerajaan Mataram Islam.
Salah seorang warga Yogyakarta yang tinggal di Jakarta, Brigjen Purn Anton Tabah yang kini mengabdi sebagai anggota Komisi Hukum MUI, menyarankan Sultan tak melepas gelar tersebut.
"Saya usul jangan hilangkan klausul khalifatulloh panotogomo tersebut. Jika hilang akan hilang ruh sebagai kerajaan Islam Indonesia yang kini satu-satunya yang diakui dunia. Kalau ruh itu hilang kerajaan Yogyakarta akan tinggal puing-puing sejarah dan hilang keistimewaannya. Akan senasib dengan Cirebon, Solo, Ternate, Aceh dll. Tentu nanti tak bisa merangkap jabatan jadi Gubernur DIY lagi," kata Anton Tabah yang mengikuti perkembangan isu sabda Sultan HB X, dalam siaran pers, Kamis (7/5/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apapun alasannya. Di sinilah dibutuhkan kebersihan hati seorang raja dari kerajaan Islam di Indonesia satu-satunya yang diakui dunia yang berada di Yogyakarta. Sayang kalau sampai nanti hancur karena kekeliruan Sabda Raja," kritiknya.
Entah kenapa pula gelar khalifatulloh itu dilepas bersamaan dengan sabda Sultan mengubah nama anak pertamanya GKR Pambayun jadi GKR Mangkubumi. Anton tak ingin berspekulasi soal politik di keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Kalau khalifatulloh panotogomo itu sebagai simbol budaya kerajaan saya kira wanita pun bisa jadi Sultan di Yogyakarta. Maka tidak perlu hilangkan gelar tersebut," katanya.
(van/try)