Mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menilai, memang untuk menentukan status tersangka dilakukan oleh penyidik. Namun status itu bisa diuji kembali.
"Untuk menguji keabsahan penangkapan ini, maka diuji oleh proses praperadilan. Jadi Novel lakukanlah praperadilan," kata Ifdhal dalam diskusi Perspektif Indonesia oleh Smart FM dan Populi Center di Restoran Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/5/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ifdhal juga menilai, hal ini juga untuk mengurangi persepktif publik terkait ada upaya intervensi oleh Presiden Joko Widodo dalam kasus ini.
"Karena kalau ada intervensi presiden lagi, akan menimbulkan spekulasi yang semakin besar," katanya.
Senada dengan Ifdhal, mantan pengajar PTIK, Umar Husin mengatakan, apa yang dilakukan oleh Bareskrim Polri tentu ada aspek hukumnya. Sementara, penilaian yang berbeda ada di pihak Novel, sehingga perlu adanya jalur hukum untuk menentukan keabsahan penangkapan Novel ini.
"Novel juga bisa mempertanyakan jalur tersangkanya ini melalui jalur hukum, melalui praperadilan. Jadi kedua belah pihak diharapkan menggunakan saluran hukum untuk masalah ini," katanya.
Sementara itu, Direktur Populi Center Nico Harjanto mengatakan, intervensi kepada polisi memang harus diminimalisir. Namun sikap Presiden Jokowi yang meminta agar Novel jangan ditahan sebaiknya harus direspon dengan baik oleh Bareskrim Polri.
"Intervensi dalam polisi itu memang harus diminimalisir. Namun, Polri masih bertanggung jawab langsung terhadap presiden. Presiden pejabat sipil yang masih menaungi polisi. Sehingga terkadang banyak sekali dorongan oleh Presiden bersikap terkait permasalahan dengan Polri," kata Nico.
(rjo/fjp)