"Jenis batunya sama," kata Ketua Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) Ali Akbar, Kamis (30/4/2015).
Menurut Ali, batuannya sama yaitu columnar joint. Batuan seperti ini secara geologi terbentuk secara alami di alam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi di Gunung Padang sendiri tidak ada sumber batu columnar joint, jadi ada campur tangan manusia sehingga batu itu bisa sampai ke Gunung Padang.
Sedang untuk di Bima, menurut dosen Arkeologi UI ini, perlu dilakukan penelusuran lebih mendalam apakah batuan alam, atau sudah ada campur tangan manusia.
"Kemungkinan itu alami, tapi perlu diteliti adakah bagian tertentu yang kemudian dipindahkan lalu disusun menjadi suatu struktur. Secara arkeologi, manusia akan bermukim di suatu lokasi yang menyediakan sumber daya alam sehingga dapat mempermudah kehidupannya," urai Ali.
Ali mengungkapkan, kemungkinan besar bebatuan di pulau itu alami tapi masyarakat zaman dulu mengambil bahan material tersebut lalu membangun suatu struktur atau bangunan batu tidak jauh dari situ.
"Sebagai gambaran, di Situs Gunung Padang tidak ditemukan sumber batuan, tetapi satu kilometer di selatan Gunung Padang banyak ditemukan formasi batuan colmunar joint yang masih alami tertancap di tanah," tutur dia.
Di Bima, hampir seluruh bukit dipenuhi batu dengan bentuk dan ukuran yang mirip. Anggota Tim Geologi Subkorwil 4/Bima, Masykur mengatakan, batu berwarna hitam tersebut merupakan jenis batuan beku dengan struktur columnar joint. Columnar joint merupakan struktur batuan yang berupa pilar-pilar/kolom-kolom yang tersusun rapi.
"Itu proses pembekuan magma dari perut bumi. Tapi begitu mendekati permukaan langsung membeku. Proses pembekuannya cepat sekali," kata Masykur saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (24/4). Bukit batu heksagonal itu juga dikeramatkan para penduduk. Ada yang percaya bekas peninggalan kerajaan Bima kuno.
(ndr/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini