Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia Nyoman Iswarayoga dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (29/4/2015), menjelaskan diprediksi perkebunan skala kecil dan kolonisasi adalah tekanan utama terjadinya kehilangan atau degradasi hutan pada kurun waktu 2010β2030 di Sumatera, yang diidentifikasi sebagai salah satu 'deforestation fronts'.
Penjelasan Iswarayoga untuk menanggapi berita detikcom berjudul "WWF Sebut Ancaman Kerusakan Hutan Terbesar di Sumatera
Datang dari Masyarakat".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iswarayoga juga menjelaskan, skenario tersebut dimaksudkan sebagai peringatan dini bahwa ancaman deforestasi ke depan untuk Sumatera kemungkinan berasal dari petani swadaya. Hal ini, lanjutnya, bukan untuk menyudutkan praktik petani swadaya.
"Mengenali potensi ancaman tersebut, maka dibutuhkan strategi untuk mengatasi potensi risiko deforestasi ini melalui intervensi-intervensi strategis. Di antaranya, identifikasi dan pemetaan aktor perkebunan skala kecil yang independen. Selain itu yang tak kalah penting adalah identifikasi faktor-faktor yang mendorong para petani swadaya ini melakukan usaha perkebunan. Apakah pembukaan dalam skala besar dari petani-petani tersebut terorganisasi?" kata Iswarayoga.
Faktanya, lanjut Iswarayoga, WWF Indonesia mendukung agar praktik petani swadaya juga menerapkan praktik berkelanjutan. "Salah satunya dengan memfasilitasi kelompok petani swadaya di Riau hingga berhasil mendapatkan Sertifikasi RSPO," katanya. Berdasarkan pengalaman tersebut, WWF Indonesia juga terus berupaya memperkuat kapasitas petani swadaya baik di Riau dan juga Kalimantan Barat," kata Iswarayoga.
(jor/nrl)