"Hilangnya sejumlah besar uang yang dipinjam oleh 1MDB dan ketidakmampuan menjawab pertanyaan tentang apa yang terjadi terhadap dana itu telah menjadikan Najib tidak layak menjadi Perdana Menteri Malaysia," tulis Mahathir dalam blog-nya, seperti dilansir Reuters, Jumat (24/4/2015).
PM Najib merupakan pemimpin dewan penasihat 1Malaysia Development Berhad (1MDB), sebuah perusahaan investasi properti dan pembangkit listrik yang memiliki hutang hingga 42 miliar ringgit atau setara Rp 151 triliun. Utang ini berdampak buruk pada nilai mata uang ringgit dalam beberapa bulan terakhir. Atas hal ini, PM Najib telah memerintahkan dilakukannya audit terhadap rekening perusahaan 1MDB oleh Auditor General Malaysia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Mahathir menyebut bahwa nyaris 42 miliar ringgit dikeluarkan untuk membiayai pembelian yang dilakukan 1MDB, namun sekitar 27 miliar ringgit di antaranya tidak diketahui alirannya.
"Di mana sisa uangnya?," sebut Mahathir, sembari berargumen bahwa pemerintah bisa saja kehilangan melalui investasi yang buruk, namun tidak mampu menjelaskan keberadaan uang dalam jumlah besar merupakan hal yang berbeda.
"... ketika sejumlah besar uang menghilang, maka mereka yang dipercaya untuk mengelolanya harus menjawab hilangnya (uang tersebut)," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, pihak 1MDB menolak untuk memberikan komentar. Sedangkan kantor PM Najib belum memberikan tanggapan resmi atas hal ini.
"Sebuah perusahaan dengan modal 1 juta ringgit, tanpa aset apapun, tidak bisa meminjam 42 ribu kali lebih banyak dari modalnya tanpa jaminan. 1MDB bisa melakukan itu karena ada jaminan pemerintah," tutur Mahathir dalam blog-nya.
"Dalam kata lain, pemerintah yang meminjam uang. Jika 1MDB kehilangan uang itu, maka pemerintah yang bertanggung jawab," tandasnya.
(nvc/ita)