Manuver rotasi ini pun mengisyaratkan dua kubu memang sulit didamaikan.
"Ini jadi susah, makin ruwet, nggak selesai karena masing-masing anggap paling benar. Bersikap dingin tak bisa ya main klaim dan ini politiknya," kata pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandez saat dihubungi, Kamis (16/4/2015) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Segala upaya dilakukan Agus Gumiwang dan kawan-kawan seperti ngotot membacakan SK Menkumham di sela-sela paripurna pertama masa sidang ketiga, Senin (23/4/2015). Sepekan kemudian, upaya merebut langsung ruangan pimpinan fraksi Golkar di lantai 12.
Kini, giliran Ical Cs yang mendapat 'angin segar' sejak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengeluarkan putusan sela. Mereka berani merotasi diam-diam para loyalis Agung.
"Nggak ada yang benar jadinya kalau begini. Mereka sendiri yang buat sulit seperti ini. SK Menkumham sudah, nah muncul putusan sela, kubu Ical ini kan seperti di atas angin. Tapi, yah ini cuma manuver politik balas dendam saja. Jadi, balasan yang sudah dilakukan Agung," ujarnya.
Semestinya, kubu Ical atau Agung sama-sama bisa bersikap dingin dan menahan diri. Bukannya terus saling melempar pernyataan manuver yang justru membuat konflik makin meruncing.
Kesadaran dua pihak juga harus diutamakan demi kebaikan partai. Pasalnya, partai jadi 'taruhan' menjelang ajang pilkada. Apalagi tahapan pilkada sudah dilakukan mulai Jumat, hari ini. Ultimatum dari KPU mestinya jadi evaluasi kedua kubu.
"Rugi buat Golkar mau Pilkada ini. Ibaratnya di ujung tanduk statusnya. KPU kan sudah ultimatum, isyaratkan harus tunggu putusan inkrah. Kalau ada putusan inkrah, tapi masih ada gugatan terus, sulit buat Golkar di Pilkada," sebutnya.
(hat/ahy)