"Kalau KY enggak ikut seleksi apa kerjaan KY? KY itu kita ciptakan ya untuk mengawasi termasuk juga seleksi," ujar Direktur ICJR, Supriyadi, dalam diskusi di Bakoel Cofe, Jl Cikini Raya, Jakarta, Minggu (12/4/2015).
Dia malah heran dengan langkah Ikahi membonsai wewenang KY dalam seleksi hakim. Seharusnya dengan KY ingin membantu seleksi calon hakim, membuat beban Mahkamah Agung (MA) menjadi ringan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut, Supriyadi mengatakan, komisi yang dibentuk UUD 1945 itu sudah terbukti dalam melakukan seleksi hakim agung. Hasil seleksi hakim agung, menurut Supriyadi lumayan memuaskan.
"KY kan sudah pengalaman dalam seleksi hakim agung," ucapnya.
Para hakim agung yang menggugat ke MK itu adalah hakim agung Imam Soebchi, hakim agung Suhadi, hakim agung Prof Dr Abdul Manan, hakim agung Yulis dan hakim agung Burhan Dahlan.
Toh, tidak semua hakim agung setuju dengan 'pengkerdilan' KY itu. Hakim agung Prof Dr Gayus Lumbuun memilih berseberangan dan menyatakan gugatan ini tidak tepat.
"Mempersoalkan KY dalam ikut menyeleksi calon hakim bukan domain Ikahi sebagai organisasi hakim melainkan domain MA di samping adanya indikasi menolak unsur pengawasan oleh KY," kata Gayus.
Sebagaimana diketahui, seleksi calon hakim yang dilakukan mandiri oleh MA rawan suap dan KKN. Berdasarkan riset Komisi Hukum Nasional (KHN), seleksi itu setidaknya dipenuhi kecurangan sebagai berikut:
1. Panitia menyerahkan jawaban pada peserta
2. Panitia menjanjikan kelulusan dengan bayar sejumlah uang
3. Birokrasi/sistem membuka peluang untuk KKN
4. Tidak penuhi syarat fisik dan IP tapi tetap lolos (salah satunya adalah anak Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi).
7. Panitia minta uang lembur pada peserta yang lulus.
8. Saal ujian tulis, panitia hanya ngobrol di depan.
9. Yang lulus anak pejabat/hakim/titipan, kredibilitas diragukan.
10. KKN semakin transparan.
(rvk/asp)