Pantauan detikcom di Pelabuhan Benjina, Jumat (3/4/2015) ada sekitar lima ratusan ABK asal Myanmar berkumpul. Mereka terlihat memakai pakaian seadanya, berkaus dan celana pendek hingga tiga perempat.
"I'm happy! Go home! Go home!" teriak para ABK kegirangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa dari mereka juga mengaku mengalami penyiksaan hingga disetrum. Tak heran ketika kini mereka bergembira mendengar kabar akan dipulangkan.
Tak sedikit pula yang sudah menenteng koper karena tak sabar untuk kembali ke keluarga di Myanmar. Sebagian lainnya hanya membawa kantung plastik berisi pakaian, sandal jepit, atau sepatu. Bahkan ada pula yang tak membawa apa-apa.
Sebelum diberangkatkan ke Myanmar, mereka akan dibawa ke Tual. Tempat itu dinilai lebih aman dan lebih banyak akses transportasi.
Mereka akan ditampung di Tual di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Teknis pemulangan akan dikoordinasikan dengan jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Luar Negeri.
Sementara ini opsi pemulangan salah satunya adalah menggunakan KRI karena banyaknya ABK tersebut. Kabarnya delegasi dari pemerintah Myanmar juga akan datang ke Tual.
Kabar perbudakan modern ini dilansir kantor berita Associated Press (AP) setelah melakukan investigasi. Pemerintah Thailand, Kepolisian Indonesia, hingga para pejabat di Maluku sudah datang ke lokasi untuk mengklarifikasi isu ini.
Pejabat PT Pusaka Benjina Resources membantah semua pemberitaan tentang isu perbudakan. Mereka menjawab pengakuan puluhan Anak Buah Kapal (ABK) asal Myanmar tentang jam kerja yang tak manusiawi, gaji yang tak dibayar, hingga masalah penyiksaan.
(bpn/nrl)