Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan beserta Satgas Illegal Unreported Unregulated (IUU) Fishing yang datang langsung ke Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, Jumat (3/4/2015) mewawancarai langsung sekitar 40 ABK dari Myanmar dan perwakilan perusahaan. Dari pengakuan para ABK, diketahui bahwa mereka sering mendapatkan siksaan.
"Bisa dikategorikan demikian (perbudakan). Saya tidak bisa mengatakan langsung perbudakan. Data dan
dari perlakuan ada diskriminasi, mungkin ya ada diarahkan ke sana. Dari data-data yang saya temukan kalau itu perbudakan benar," kata Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksda TNI (Purn) Asep Burhanuddin di Benjina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sakit, dipanggilkan algojo untuk disetrum. Ketiduran diperlakukan tidak manusiawi. Dari sisi kemanusiaan mungkin ya," jelas Asep.
Asep menjelaskan, aksi perbudakan dan penyiksaan itu bisa terjadi karena Benjina merupakan daerah yang terpencil, sehingga sulit diawasi. Aparat kepolisian juga berada jauh dari kawasan Benjina.
"Dari sisi pengawasan di sini. Ini adalah remote area yang tidak terjangkau. Ini sudah terjadi puluhan tahun," ungkapnya.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan itu, Asep dan tim memutuskan untuk memindahkan para ABK asal Myanmar menuju Tual sore ini. Para ABK memang mengungkapkan ingin segera meninggalkan Benjina dan kalau bisa ingin pulang ke Myanmar.
"Daripada mereka terancam. Aparat di sini kurang. Saya akan bawa sore ini juga ke Tual. Ditempatkan ke KKP. Di sini ada 22. Di kapal-kapal akan diambil. Mana dari Myanmar, Laos berapa. Nanti sore," tegas Asep.
Mendengar kabar akan dipindahkan ke Tual sore ini, para ABK nampak gembira. Mereka tak bisa menyembunyikan rasa senang akan segera meninggalkan Benjina.
(kha/nrl)