"Kegagapan pemerintah dalam memblokir situs, karenanya semua situs bisa kena blokir. Jangan gebyah uyah (menyamaratakan)," ujar pakar hukum UGM H Jaka Triana di gedung rektorat UGM, Jalan Kaliurang, Yogyakarta, Kamis (2/4/2015).
Menurutnya pemerintah harus tetap berhati-hati. Sebaiknya langkah pemblokiran harus disesuaikan dengan agama dan undang-undang yang ada. Jangan sampai langkah ini justru bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang mengatur tentang kebebasan berpendapat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di kesempatan yang sama, pakar komunikasi UGM Wisnu Martha Adiputra juga menilai bahwa pemblokiran terhadap situs-situs berbahaya memang harus dilakukan pemerintah. Apalagi melihat urgensi keamanan negara saat ini.
Tak hanya di media dunia maya, pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah dengan ditemukannya buku sekolah yang bermuatan nilai radikalisme.
"Sebenarnya sudah ada sejak lama. Memang harus ada ketegasan. Tapi harus dengan cara yang tepat," kata Wisnu.
Wisnu memberi contoh, ketegasan pemerintah sudah tampak pada penindakan Obor Rakyat.
"Tapi yang ditindak baru Obor Rakyat, yang lain-lain saat Pilpres kan tidak (ditindak)," tuturnya.
(sip/rul)