"Nggak apa-apa. Sekolah memang harus memberikan kertas buram. Itu malah dianjurkan. Lha bagaimana menghitungnya kalau nggak ada kertas buram?" tutur Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud Ari Santoso saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/4/2015).
Yang tidak diizinkan, imbuhnya, adalah alat-alat elektronik seperti handphone dan kalkulator. Bila tidak dikasih, siswa bisa meminta pada guru pengawas UN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana bila sekolah khawatir kertas buram dijadikan ajang mencontek? Ari mengatakan bahwa UN berbasis komputer ini tiap komputer mendapatkan soal yang berbeda-beda dengan bobot sama.
"Soal ini standarnya ada beberapa macam. Antara komputer satu dengan yang lain berbeda, tetapi sebanding tingkat kesulitannya, begitu pula urutan soalnya, juga sudah dihitung dan diperhitungkan semua," jelas Ari yang sedang mendampingi Mendikbud Anies Baswedan meninjau uji coba UN berbasis komputer di SMA 1 dan SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat ini.
Sebelumnya, di SMA 78 sempat terjadi kebingungan pada siswa dengan sistem UN berbasis komputer ini. Salah satunya Bayu Yudha Pratama, siswa kelas XII IPA C. Dirinya mengaku matanya suka pegel jika kelamaan di depan komputer.
"Nggak enak, karena biasa manual. Mata agak pegel. Apalagi matematika, kita tidak bisa berdiri dan coret-coret," ujar Bayu di depan kelas SMA 78, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (1/4/2015).
Bayu meminta kepada Kemdikbud agar angkatannya tidak menjadi kelinci percobaan. "Untuk angkatan saya pakai tulis dulu. Ke depannya enggak apa-apa. Kita kayak kelinci percobaan. Jadi manual saja," ungkap Bayu.
Siswi lain, Annisa, mengaku belum merasa nyaman dengan adanya sistem online ini. Ia beralasan untuk pelajaran matematika dan Bahasa Indonesia tidak bisa mencoret-coret kertas soal. "Masa coret-coret di meja. Nggak pewe (posisi enak) saja. Bahasa Indonesia eliminasi jawaban masa harus nyalin soal," terang Annisa.
(nwk/nrl)