Salah satu hal yang dipertanyakan adalah mengenai regulasi terkait legislatif yang menghambat maksimalnya kinerja Polri. Badrodin langsung mencontohkan mengenai kasus yang menimpa nenek Asyani (63) di Situbondo, Jawa Timur.
"Belum ada regulasi dan peraturan perundangan yang jadi dasar hukum untuk selesaikan perkara pidana yang ringan dengan pendekatan restoratif justice. Seperti persoalan pencurian kayu nenek Asyani," ujar Badrodin di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus serupa jadi perhatian kami karena belum ada dasar hukumnya," imbuh Badrodin.
Selain itu Polri merasa terganjal dengan peraturan perundangan yang tumpang tindih dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) institusi tersebut. Salah satu tupoksi Polri adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan.
"Ada regulasi yang tak harmonis dengan UU Polri, tugas dan wewenang Polri sebagai penyelidik, melakukan kordinasi dan pengawasan terhadap PPNS. Menjadi tak efektif karena tereduksi oleh perindangan antara lain sepetti UU Perpajakan, UU Perikanan, UU Cagar Budaya,UU Penerbangan, UU Pasar Modal, UU Kepabeanan, UU Cukai Berjangka, dan juga UU OJK," papar Badrodin.
(bpn/fjp)