Kejagung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Tony T Spontana menanggapinya dengan santai. Menurut Tony, semua tindakan penyitaan oleh penyidik telah sesuai dengan peraturan yang ada.
"Penyitaan yang dilakukan penyidik Kejagung adalah tindakan hukum yang sah. Penyitaan itu pun dilakukan setelah penyidik mengantongi surat izin penyitaan dari Ketua Pengadilan setempat," ucap Tony saat dihubungi, Kamis (2/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun jika Udar Pristono mempersoalkan hal tersebut melalui gugatan praperadilan. Kejagung siap menghadapi. Bahkan jika perkaranya sudah dilimpahkan ke pengadilan maka praperadilan tersebut gugur," kata Tony.
Pada Rabu (1/4), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menggelar sidang praperadilan yang diajukan oleh Pristono. Sebelumnya sidang sempat ditunda 2 kali.
Melalui kuasa hukumnya, Pristono meminta ganti rugi Rp 1,07 triliun dengan tudingan bahwa penyitaan yang dilakukan pada asetnya tidak sesuai prosedur. Selain itu, dia juga menuding bahwa asetnya tidak berkaitan dengan kasus yang dijalaninya.
"Meminta ganti rugi Rp 1,07 triliun karena penyitaan yang dilakukan penyidik tidak sesuai dengan prosedur dan tidak berkaitan dengan kasus," ujar kuasa hukum Udar, Tonin Tahta, di PN Jakpus, Jl Gadjah Mada, Rabu (1/4/2015).
Dalam praperadilan ini, Pristono menggugat kejaksaan terkait penahanan, sita aset dan ganti rugi. Pristono meminta jaksa untuk membayar ganti rugi Rp 1,07 triliun karena sita asetnya dianggap sewenang-wenang. Sebelumnya juga Udar sempat mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan namun praperadilan itu ditolak hakim.
(dha/kha)