"Kita mensyukuri bahwa kebenaran pada akhirnya akan terungkap," kata Bendahara Umum Golkar kubu Ical, Bambang Soesatyo, kepada detikcom, Rabu (1/4/2015).
Menurut Bambang, keputusan itu jelas mengungkap SK Menkum HAM Yasonna Laoly terhadap Golkar hasil Munas Ancol tidak benar. "Dan ini makin memperkuat argumentasi hak angket terhadap Menkum HAM," kata Bambang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menetapkan, satu, mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan obyek sengketa yang diajukan penggugat," kata hakim Teguh saat membacakan penetapan sementara di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Pulo Gebang, Jaktim, Rabu (1/4/2015).
Ada tiga penetapan yang dibuat majelis hakim yang beranggotakan Subur MS dan Tri Cahya Indra Permana ini. Penetapan kedua adalah memerintahkan Menkum HAM menunda berlakunya SK pengesahan terhadap kubu Agung.
"Memerintahkan tergugat menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menkum HAM Nomor M.HH-01.AH.11.01 tanggal 23 Maret 2015 tentang perubahan AD ART dan komposisi personalia pengurus DPP Golkar selama proses perkara ini berlangsung sampai putusan perkara ini mendapat keputusan tetap, kecuali ada penetapan lain yang mencabut," demikian bunyi putusan kedua yang dibacakan Teguh.
"Ketiga, memerintahkan kepada tergugat tidak melakukan tindakan-tindakan terhadap urusan tata negara lainnya yang berhubungan dengan keputusan tata negara objek sengketa, termasuk dalam ini penertiban surat-surat keputusan tata negara yang baru mengenai DPP Munas Ancol sampai ada keputusan perkara ini ada keputusan tetap, kecuali ada penetapan lain yang mencabut," lanjut hakim yang pernah menangis saat memutus sengketa PPP ini.
Kader Golkar kubu Ical bersorak sorai di ruang pengadilan. Kubu Ical sebagai pihak penggugat, Menkum HAM Yasonna Laoly sebagai tergugat I dan Agung Laksono-Zainudin Amali sebagai tergugat intervensi.
(van/nrl)