Pasal 32 ayat 1 huruf C dan ayat 2 UU 30/2002 tentang KPK berbunyi:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BW yang memberikan kuasa ke Nursyahbani Katjasungkana itu menyatakan asas praduga tidak bersalah yang merupakan asas hukum yang fundamental ini telah dilanggar oleh Pasal 32 ayat 2 UU KPK. Tapi tidak pernah ada kualifikasi yang jelas mengenai delik yang menjadi dasar sangkaan atau kapan waktu terjadinya tindak pidana.
"Pendeknya, dalam hal menghadapi tindakan polisional dan perlindungan hukum, Pimpinan KPK juga tidak mempunyai perlindungan yang sama, bahkan termasuk paling lemah dibandingkan pejabat negara yang lain," papar BW.
Jika tanpa pembatasan yang jelas dan tegas, maka 'melalui' tindak pidana kejahatan apapun, pimpinan KPK mudah 'didelegitimasi dan dilumpuhkan' dengan modus pemberhentian sementara melalui status tersangka.
"Padahal kasusnya tersebut bisa saja suatu sangkaan yang sifatnya kriminalisasi, atau tindak pidana yang diada-adakan atau dicari- cari semata-mata ditujukan untuk mentersangkakan pimpinan KPK," beber BW.
Gugatan ini berlatarbelakang penetapan tersangka BW oleh Bareskrim dengan kasus tahun 2010. Padahal, pada tahun 2010, BW belum menjadi pimpinan KPK dan tindak kejahatan yang dituduhkan sangat sumir karena BW tengah menjalankan profesi advokat. Atas penetapan tersangka ini, BW lalu mundur sebagai pimpinan KPK.
(asp/fjp)