Jauh hari sebelum Bareskrim menyidik kasus ini, Gubernur DKI Basuki T Purnama sudah menemukan indikasi korupsi. Dia pun menggandeng Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk menelusuri dan menelaah permainan dalam pengadaan-pengadaan di Pemprov DKI yang berawal dari temuan dana siluman Rp 12,1 triliun di RAPBD 2015.
Berdasarkan dokumen yang ditelaah ICW, modus korupsi pengadaan UPS pada APBD 2014 itu tidak hanya melibatkan PPK semata tapi juga perusahaan pemenang lelang ikut di dalamnya. PPK dan perusahaan pemenang lelang bersekongkol untuk menentukan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), bukan dari survei ke pasar melainkan dari tiga perusahaan distributor saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu saja, diketahui perusahaan-perusahaan pemenang tender itu tidak memiliki rekam jejak dalam pengadaan barang. Namun PPK dan panitia lelang tetap meloloskan perusahaan-perusahaan itu sebagai pemenang lelang. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Pepres No 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Dan ternyata anggaran untuk pengadaan UPS pada tahun 2014 itu, muncul lagi di RAPBD 2015. Beruntung, duplikasi ini yang menjadi bagian dari dana siluman itu, terpergok dan berujung pada 'batalnya' RAPBD 2015.
"ICW sudah melaporkan dugaan korupsi ke KPK disertai dengan bukti dugaan berupa dokumen lelang berisi riwayat HPS, Surat Penetapan HPS, Surat Penawaran Peserta Lelang dan Kontrak Pengadaan. Untuk pengadaan UPS 2014 kami menaksir kerugian negara Rp 186,4 miliar," kata peneliti ICW Firdaus Ilyas.
Dua tersangka kasus UPS adalah PPK Jakarta Barat Alex Usman dan PPK Jakarta Pusat Zainal Soleman. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan UPS untuk 25 SMAN/SMKN tahun anggaran 2014. Alat pencadang listrik untuk masing-masing sekolah itu nyaris Rp 6 miliar/unit.
(fjp/nrl)