Jalan Memutar Menjerat Koruptor, Ahli: Untuk Melindungi Aparat yang Jujur

Jalan Memutar Menjerat Koruptor, Ahli: Untuk Melindungi Aparat yang Jujur

- detikNews
Rabu, 01 Apr 2015 09:45 WIB
ilustrasi (agung/detikcom)
Jakarta - Aparatur Sipil Negara (ASN) kini dilindungi UU Adminstrasi Pemerintahan (AN) ketika dibidik apakah terjadi penyalahgunaan wewenang atau tidak. Penyidik harus meminta 'izin' terlebih dahulu ke PTUN sebelum menjerat ASN dengan delik korupsi.

Bahkan, sebelum dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), ASN tersebut akan diperiksa terlebih dahulu oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).

"Setiap pejabat yang keberatan dengan hasil pemeriksaan APIP karena dianggap menyalahgunakan kewenangan dapat mengajukan permohonan ke PTUN untuk meminta agar hakim PTUN menilai ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan kewenangan dalam setiap keputusan/tindakan yang dibuatnya," kata Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh kepada detikcom, Rabu (1/4/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh PTUN, majelis hakim akan memutuskan apakah murni kesalahan administrasi belaka atau ada kesengajaan. Jika murni kesalahan administrasi maka tidak bisa dilanjutkan proses secara pidana.

"Sedangkan apabila hakim PTUN dalam putusannya menyatakan pejabat tersebut terbukti menyalhgunakan kewenangan maka terbukalah pintu bagi aparat penegak hukum untuk membawanya ke ranah pidana ataupun ranah hukum lainnya," papar staf ahli Mendagri itu.

Menurut Zudan, UU ASN, UU Pemda, dan UU AP selain berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial juga diarahkan sebagai sarana pemberdayaan bagi aparatur penyelenggara pemerintahan yang baik dan jujur. Desain ketiga UU ini tidak memberikan tempat bagi aparatur penyelenggara pemerintahan yang beriktikad buruk dan mempunyai motivasi jahat.

"Penegakan hukum harus memberikan akses yang seluas-luasnya untuk memberikan perlindungan hukum kepada aparatur penyelenggara pemerintahan yang baik dan jujur serta tidak mempunyai motivasi untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain," ucap Zudan yang juga menjadi pembicara dalam Seminar Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) di Marcure Ancol, pekan lalu.

Selain itu, tambah Zudan, penegakan hukum juga harus membuka akses yang seluas-luasnya dan memberikan kemudahan kepada para penegak hukum yang baik dan jujur sehingga dapat membuktikan dakwaannya secara lebih mudah dengan mendasarkan pada putusan PTUN.

"Oleh karena itu sistem norma yang ada harus memberikan akses yang seluas-luasnya agar penegakan hukum dapat berjalan dengan tegas, konsisten, jujur dan berkepastian hukum yang adil. UU ASN, UU Pemda dan UU AP mencoba membangun model penegakan hukum baru yang lebih memberikan kepastian hukum yang adil," cetus Zudan yang meraih gelar profesor pada usia 35 tahun itu.

Beda pandangan pakar administrasi, beda pula pandangan ahli pidana. Hakim ad hoc tipikor di tingkat Mahkamah Agung (MA), Prof Dr Krisna Harahap menyatakan UU 30/2014 merupakan langkah nyata menghambat upaya pemberantasan korupsi.

"Ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam UU No 30 Tahun 2014 ini, nyata-nyata tidak selaras dengan UU Tipikor seperti Pasal 3 UU. Tegasnya, UU No 30 Tahun 2014 menghambat upaya pemberantasan korupsi," sambung Krisna yang juga mantan anggota Komisi Konstitusi MPR-RI itu.


(asp/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads