"Alasan permohonan ganti kerugian yang dapat diajukan dalam praperadilan telah ditentukan secara tegas dalam Pasal 77 huruf b KUHAP dan Pasal 95 KUHAP," ujar salah satu tim biro hukum KPK, Kristanti Yuni Purnawanti, dalam pembacaan tanggapannya di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jaksel, Selasa (31/3/2015).
Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut, menurut KPK ganti kerugian yang dapat dituntut oleh tersangka atau terdakwa praperadilan terbagi ke dalam dua hal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirinya juga menjaskan ketentuan dalam Pasal 9 PP nomor 27 tahun 1983 KUHAP yang berjumlah 3 butir. Di sana disebutkan, ganti kerugian berdasarkan alasan dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP sejumlah Rp 5 ribu atau setinggi-tingginya Rp 1 juta. Apabila tersangka ditangkap dalam kondisi sakit (butir ke-2), maka besar ganti rugi sejumlah Rp 3 juta.
"Besarnya tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh termohon sejumlah Rp 1 triliun sangat tidak rasional dan bertentangan dengan peraturan UU yang berlaku," jelasnya.
Sementara menanggapi alasan permohonan ganti rugi karena tekanan sosial, pelanggaran hak sebagai WNI, KPK berpendapat alasan SDA tidak terkait dengan akibat penghentian penyidikan maupun penuntutan, karena hingga saat ini KPK tidak pernah melakukan penghentian penyidikan atau penuntutan.
"Sementara untuk pemblokiran rekening Pemohon dan keluarga, kami berdasar pada ketentuan peraturan UU yang berlaku, yakni Pasal 5 huruf b UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, Pasal 12 ayat (1)β huruf b UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, dan Pasal 12 ayat (1) huruf d UU Nomor 30 tahun 2002, karena 'diduga hasil dari korupsi'," kata dia.
Menurutnya, pembuktian terhadap keabsahan isi dari rekening yang ditempatkan dalam bank-bank tersebut sudah menyangkut pembuktian material perkara dan bukan dalam forum praperadilan.
"Sehingga alasan permohonan ganti kerugian sejumlah Rp 1 triliun yang diajukan oleh pemohon tidak berdasar dan sudah seharusnya dinyatakan ditolak," tutupnya.
(rni/fjp)