"Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU nomor 30 tahun 2002, KPK adalah lembaga yang bertugas secara independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun," ujar Kabiro Hukum KPK Chatarina M Girsang saat membacakan tanggapannya di hadapan hakim tunggal Tati Hadiyati di PN Jaksel, Selasa (31/3/2015).
Selain itu, menurut dia, untuk menjaga independensi, proses pengambilan keputusan termasuk penetapan seseorang menjadi tersangka dilakukan melalui ekspose atau gelar perkara, setelah KPK menerima laporan dari penyelidik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sejarah berdirinya KPK, lanjut dia, tidak sedikit perkara yang ditangani oleh pemohon dinilai dan dianalisis oleh pihak tertentu dengan menggunakan analisis politik. Hal tersebut, menurutnya bukan hal yang baru, karena wewenang KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap perkara korupsi yang melibatkan penyelenggaraan negara sering bersinggungan dengan kepentingan politik.
"Namun termohon selalu membuktikan perkara tersebut dengan menggunakan kaidah hukum serta alat bukti yang sah, sehingga pembuktian yang dilakukan oleh โtermohon selalu diterima oleh pengadilan," kata Chatarina.
"Mengenai publikasi atau pengumuman penetapan pemohon sebagai tersangka, selain untuk membuka akses informasi juga untuk melaksanakan asas keterbukaan seperti yang diatur dalam Pasal 5 huruf b UU Nomor 30 tahun 2002. Selain itu upaya publikasi merupakan pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi publik yang dijamin dalam UU incasu nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik," kata dia.
"Berdasarkan dalil yang telah kami sampaikan, maka kami menilai dalil pemohon hanya bersifat opini atau asumsi serta tidak berdasar dan oleh karenanya harus dinyatakan ditolak," tutupnya.
(rni/fjp)