Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uyghur se-Dunia mengatakan kasus tersebut 'tipikal penganiayaan politik' yang dihadapi orang Uighur. Kelompok minoritas muslim yang berbahasa Turki itu menyebut Xinjiang sebagai rumah.
"Ini adalah kasus yang tidak akan terjadi di belahan dunia manapun. Kasus ini sangat tidak dapat diterima dan konyol. Hal ini juga memperlihatkan sikap permusuhan Tiongkok dan krisis pemerintahannya," ucap Raxit dalam pernyataannya seperti dilansir AFP, Senin (30/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari Minggu kemarin, China Youth Daily melaporkan, pengadilan di kota Kashgar di Xinjiang menjatuhkan hukuman penjara 6 tahun kepada seorang Uighur berusia 38 tahun karena menumbuhkan jenggot. Sementara istrinya divonis hukuman 2 tahun karena mengenakan jilbab dan cadar. Disebutkan pula bahwa perilaku tersebut tidak dianjurkan oleh otoritas lokal.
Pasangan ini dinyatakan bersalah karena dianggap memulai pertengkaran dan memprovokasi masalah. Tuduhan tidak jelas itu biasa digunakan dalam sistem peradilan Tiongkok.
Selama lebih dari 1 tahun, otoritas di Xinjiang telah berkampanye melawan pria-pria yang menumbuhkan jenggot. Lantaran hal tersebut dianggap sebagai ide ekstremis.
Selain itu, kampanye dengan julukan 'Proyek Cantik' juga mengajak para wanita untuk tidak menggunakan jilbab yang digunakan oleh seorang muslimah sebagai persyaratan religius. Kelompok HAM meyakini represi Beijing terhadap budaya dan agama di Uighur telah menciptakan tensi tinggi di Xinjiang yang berbatasan dengan Asia Tengah.
Tindak kekerasan di wilayah itu meningkat tahun lalu dan setidaknya 200 orang terbunuh dalam rangkaian ledakan bom dan bentrok maut dengan pihak keamanan. Pemerintah menyalahkan 'kelompok separatis' dan 'ekstremis religius' atas peristiwa tersebut.
(dha/ita)