Adalah Bupati Abdullah Azwar Anas yang berupaya membalik stigma dan citra negatif Banyuwangi. Di bawah kepemimpinannya sejak 2010 lalu beragam pesta rakyat atau festival diselenggarakan di sini. "Kami tidak pakai EO, kreatornya adalah Pemda dan rakyat," ujar Anas memulai pembicaraan dengan detikcom, Kamis (26/3/2015), di sebuah kedai kopi di bilangan Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur.
Bisa jadi ini adalah keunikan festival yang dimiliki Banyuwangi dengan festival-festival yang ada di kota lainnya, diantaranya adalah, "Kita ingin transfer knowledge dengan masyarakat. Dari banyak event daerah, masyarakat hanya menjadi penonton dalam pengerjaan event," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anas yang juga termasuk dalam pemikir muda NU ini mencontohkan Banyuwangi Etno Carnival (BEC) yang mampu menguras miliaran rupiah. Namun, setelah masyarakat diajak terlibat dalam hajat budaya untuk kotanya sendiri itu, justru biaya tidak membuat penyelenggara pening. The show must go on!
Perjalanan panjang dilalui dalam mengenalkan Banyuwangi melalui kegiatan budaya rakyat. "Tahun pertama jelas menimbulkan pro-kontra. Tapi kami jelaskan, ini bukan acara hura-hura, tapi ini adalah konsep untuk rakyat. Kalau mereka (masyarakat) terlibat maka dampaknya akan banyak," kata Anas.
Anas optimistis dengan pendekatan seni budaya, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat di Banyuwangi terdongkrak. Mulai dari ekonomi, budaya, dan tourism.
"Kemiskinan menurun di Banyuwangi dari 28 persen dan sekarang 9,25 persen," bangga Anas. Ini adalah indeks selama masa kepemimpinannya.
Dampak lain tentu saja citra Banyuwangi di domestik dan internasional. "Dengan budaya akan jadi lebih lunak, humanis, dan ramah," ujarnya.
Saat ini pemerintah dan masyarakat Banyuwangi memiliki 38 agenda festival di tahun 2015 ini. Seluruh agenda memiliki tema yang diusung. Mulai dari Festival Toilet Bersih sampai dengan festival besar rutin tahunan; Tour The Ijen dan Banyuwangi Etno Carnival.
Lalu, apa yang membedakan festival di Banyuwangi dengan daerah lainnya?
Bupati Anas mantap menjawab, "Kami menjual konsep. Itu yang membedakannya dengan daerah lain. Kalau tidak begitu, maka sekali orang datang dia tidak akan kembali lagi," tuturnya.
Dia mencontohkan BEC yang tiap tahun yang selalu memiliki tema-tema tersendiri dalam penyelenggaraanya. "Kalau di Jember Fashion Festival itu tema dunia dibawa ke Jember, kami dari lokal dibawa mendunia," katanya. Saat ini BEC masuk tahun keempat.
Dia juga mencontohkan event Jazz yang digelar di Pantai Boom dan Ijen. "Penyanyi jazz dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain itu mending orang nonton jazz di Senayan Jakarta, ngapain ke Banyuwangi. Jadi konsep yang kami jual," katanya.
(ahy/ear)