"Proses judicial review di MA berlangsung sangat lama dan tertutup, ini sangat mengecewakan," kata Safaruddin saat berbincang dengan detikcom, Jumat (27/3/2015).
Safaruddin mengajukan judicial review terhadap Pasal 54 dan 327 qanun Nomor 3 tahun 2008 tentang Partai Politik Lokal Peserta Pemilu terhadap UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu. Permohonan itu diajukan pada 29 Juli 2013 lewat Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh dengan nomor Registrasi 01.P/HUM/2013/PN-BNA tanggal 31 Juli 2013.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, uji materi yang ia ajukan terkait proses pemilu. Tapi setelah pemilih usai digelar pada 2014, ia belum mendapat setitik kabar apapun dari MA atas permohonannya itu.
"Semoga ke depan proses judicial review di MA lebih terbuka seperti proses di Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Safaruddin.
Atas ketertutupan MA itu, Muhammad Hafidz, Wahidin dan Solihin menggugat MA ke MK. Mereka menggugat Pasal 31A ayat 4 huruf h UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung (MA) yang berbunyi:
Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.
Pemohon meminta MK memberikan penafsiran konstitusional bersyarat terhadap Pasal 31A ayat 4 UU MA. Sehingga pasal itu berbunyi:
'Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan, yang pemeriksaan pokok permohonan dan pembacaan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum'.
Gugatan ini masih diadili di MK.
(asp/nrl)