"Potensi kerugian negara Rp 50 miliar. Dan jumlah ini bisa bertambah karena saat ini kita masih terus melakukan pemeriksaan," kata Rikwanto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jaksel, Rabu (25/3/2015).
Rikwanto juga menjelaskan mengenai skema dalam kasus ini yang berawal dari pengadaan UPS yang dimasukkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) Provinsi DKI Jakarta 2014, pada bulan September 2014. Menurutnya ada beberapa oknum dari DPRD DKI, pihak eksekutif dari pendidikan menengah di Jakbar dan Jakpus, serta pengusaha yang bermufakat secara jahat untuk mengakali APBDP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, lanjut Rikwanto, masuklah program pengadaan UPS senilai Rp 300 miliar lebih untuk 49 paket yang akan disalurkan ke sekolah-sekolah di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Awalnya proses itu berjalan lancar sampai hingga tahun anggaran 2014 selesai.
"Tapi, belakangan diketahui ada mark-up yang cukup besar dan dalam proses pengadaannya dan menyalahi ketentuan," ungkapnya.
"Distributor ini yang mengatur tentang HPS (harga perkiraan sementara) proses lelang dan lain-lain. Semua berjalan lancar dan terakhir (UPS) masuk ke sekolah-sekolah pada Januari 2015," tukas Rikwanto.
(rni/mad)