"Sikap perlawanan ARB pasca keputusan Kemenkum HAM bagi kami di daerah adalah sebuah sikap perlawanan yang berlebihan," kata Hendrik Jauhari Oratmangun kepada wartawan, Rabu (25/3/2015).
Hendrik mengatakan, Ical sebagai mantan orang nomor satu di Golkar harusnya lebih arif dalam menyikapi persoalan Golkar hari ini, yaitu tidak membiarkan konflik berlarut-larut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, jika Ical berorientasi pada kebesaran Partai Golkar, maka seharusnya polemik ini bisa segera berakhir dan kembali bersama-sama lagi berjuang untuk Golkar. Toh, kepemimpinan Agung Laksono hanya kepemimpinan transisi sampai Munas 2016.
"Namun dengan sikap ARB cs saat ini kami dapat maknai itu sebagai orientasi perjuangan untuk kepentingan kekuasaan pribadi dan kelompok untuk menguasai Partai Golkar," tutur Hendrik.
"Kami atas nama kader Golkar di daerah sangat prihatin dengan sikap tersebut," tambahnya lagi.
Sebagaimana diketahui, pasca dua munas yang digelar di Bali dan Ancol, Aburizal Bakrie melakukan serangkaian gugatan untuk mengugurkan hasil Munas Ancol yang menurutnya tidak sah dan menyalahi AD/ART. Ical cs pernah mengajukan gugatan ke PN Jakarta Barat, namun akhirnya tak diterima.
Kini Ical kembali mendafgarkan gugatan baru di PN Jakarta Utara. Tak sampai di situ, Ical melaporkan dugaan pidana ke Bareskrim atas Menkum HAM dan Agung Laksono. Perlawanan juga dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan SK Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan Agung Laksono cs. Seluruh gugatan itu saat ini masih dalam proses hukum.
Ical sudah menepis perlawanannya ini demi mengejar kekuasaan. Mantan Menko Perekonomian ini menegaskan dirinya hanya ingin mencari kebenaran. Dia akan legowo menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Agung dengan syarat sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
(iqb/trq)