Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 30/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada 17 Maret 2015 lalu.
Dikutip dari situs Setkab, Rabu (25/3/2015), dalam perpres ini ditegaskan bahwa instansi yang memerlukan tanah adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah atau Badan Usaha yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian dari lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Badan Hukum Milik Negara/Badan Usaha Milik Negara yang mendapat penugasan khusus Pemerintah dalam rangka penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendanaan pengadaan tanah oleh badan usaha sebagaimana dimaksud dibayar kembali oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota melalui APBN dan/atau APBD setelah proses pengadaan tanah selesai,β bunyi pasal 117A ayat (2) perpres itu.
Sementara di ayat selanjutnya disebutkan, pembayaran kembali sebagaimana dimaksud dapat berupa perhitungan pengembalian nilai investasi.
Tahapan Pengadaan Tanah
Perpres ini juga menyisipkan pasal 123B di antara pasal 123A dan 124, yang berbunyi sebagai berikut:
1. Proses pengadaan tanah yang belum selesai berdasarkan pasal 123 dan pasal 123A (31 Desember 2015, red) tetapi telah mendapat penetapan lokasi pembangunan atau surat persetujuan penetapan lokasi pembangunan (SP2LP) atau nama lain yang dimaksudkan sebagai penetapan lokasi pembangunan, proses pengadaan tanah dapat diselesaikan berdasarkan tahapan sebagaimana diatur dalam perpres ini.
"Proses pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dimulai dari tahapan pelaksanaan pengadaan tanah," bunyi pasal 123B ayat (2) perpres tersebut.
Seluruh dokumen yang telah ada dalam rangka pengadaan tanah sebagaimana dimaksud, yang berupa: a. hasil pengukuran, inventarisasi, dan identifikasi; b. hasil musyawarah yang terkait bentuk dan besaran ganti kerugian atas bidang tanah yang sudah disepakati sebelumnya dengan pihak yang berhak; c. pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak; dan/atau dokumen terkait lainnya, menjadi dokumen pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam perpres ini.
"Penetapan lokasi pembangunan atau surat persetujuan penetapan lokasi pembangunan (SP2LP) atau nama lain yang dimaksudkan sebagai penetapan lokasi pembangunan sebagaimana dimaksud, diperbaharui untuk jangka waktu 2 tahun oleh gubernur," bunyi pasal 123B ayat (4) perpres itu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan penyelesaian pengadaan tanah sebagaimana dimaksud, menurut perpres ini, diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Perpres ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan," bunyi pasal 2 perpres yang diundangkan oleh Menkum HAM Yasonna H Laoly pada 17 Maret 2015 itu.
(nik/nrl)