"Ketua MA berkewajiban memastikan pengawasan secara internal dengan baik, untuk bisa memastikan pengawasan internal bekerja maka Ketua MA seharusnya aktif untuk mengusut kasus ini sekaligus dapat menjalin koordinasi dengan KY sebagai pengawas eksternal yang dapat mengusut dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ini," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Senin (23/3/2015).
Masyarakat sangat berharap dengan peradilan yang bersih, tidak hanya bersih dari pelanggaran hukum tetapi juga dari rumor-rumor etika miring tentang perilaku hakim. Kepercayaan pubilk harus segera dikembalikan dengan mengklarifikasi semua hal di balik pertemuan itu. Apalagi, posisi Ketua Muda MA bidang Pengawasan sangat krusial, menjadi orang nomor satu dalam pengawasan para hakim di seluruh Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan tegas ini juga untuk menyelamatkan institusi MA dari kecurigaan-kecurigaan publik. Sebab publik harus diyakinkan bahwa masih banyak hakim agung yang bersih dan netral dalam menjalani tugas-tugasnya.
"Sikap tegas ini juga diperlukan sebagai penegasan bahwa andaikata perilaku menyimpang oleh salah satu hakim agung tersebut benar dilakukan, hal tersebut hanyalah dilakukan oleh oknum hakim agung dan tidaklah menggambarkan perilaku hakim agung secara keseluruhan," cetus Bayu.
Sebelumnya, Koordinator ICW bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Emerson Yuntho mengkhawatirkan munculnya Timur Effect. Jika Ketua Muda Pengawasan saja dibiarkan, maka hakim-hakim di bawahnya akan berbuat serupa dan merasa ada alasan pembenar.
"Toh hakim di pengadilan tingkat pertama dan tinggi akan jadikan kasus Pak Timur Manurung sebagai preseden, 'hakim agung saja boleh'. Ini akan jadi Timur Effect," kata Emerson.
Ketua MA Prof Dr Hatta Ali mengatakan Timur telah mengakui pertemuan itu. Tapi Timur berkilah jika pertemuan sebelum Cahyadi menjadi tersangka KPK.
"Dia (hakim agung Timur) bicara ke saya, ketemunya saat orang itu belum jadi tersangka," ujar Hatta Ali pekan lalu.
(asp/rvk)