"Permainan itu di manapun selalu ada, nggak bisa dipungkiri.β Di Jawa Tengah pola semacam itu ada, bahwa tak terbuka lebar iya," kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, kepada detikcom, Sabtu (21/3/2015).
Ganjar mengatakan, isu permainan anggaran di daerah bukan tak terjadi seperti di DKI, tapi luput dari sorotan media nasional. Tak lain karena DKI Jakarta adalah ibukota yang setiap isunya tak lepas dari pantauan media.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari tahun 2013 menuju 2014, itu silpa (sisa anggaran -red) tinggi. Orang mengatakan, wah ini silpa tinggi berarti penyerapan anggaran nggak bagus. Saya bilang, lebih baik silpa tinggi tapi untuk mengamankan duit negara," paparnya.
Ganjar yang punya slogan 'mboten korupsi' dalam Pilgub itu, sama seperti Ahok berupaya 'melawan' permainan anggaran. Misal soal Bansos fiktif tadi, Ganjar meminta jajarannya agar mengecek setiap detail bahwa penerima Bansos itu rill.
"Umpama proposal hibah Bansos fiktif. Saya minta SKPD cek satu persatu, penerima dan lainnya. Sehingga hari ini saya punya daftar siapa yang usulkan dan terima. Lalu saya lakukan uji petik, di situ ketahuan. Ketika dikonfirmasi, proposal itu ternyata fiktif. Langsung saya coret," beber politisi PDIP itu.
Ganjar meyakini, tidak ada permainan anggaran dijalankan hanya satu pihak, melainkan kompromi oknum pemprov dengan DPRD. Tapi hal itu bisa tercium bahkan sejak pengusulanβ mata anggaran. Ganjar dengan tegas melarang pertemuan setengah kamar antar DPRD dan Pemprov.
"Saya pernah sampaikan, kalau pembahasan anggaran alot, saya sendiri yang memimpin pembahasan. Jadi belum pernah gubernur bahas langsung," kata mantan anggota komisi II DPR itu.
"Teman-teman dewan sangat kompromi, berdebatnya keras. Tuding-tudingan iya, nada tinggi. Tapi akhirnya kita bisa sepakat dengan dewan. Saya tampilkan semua data. Ketika mereka beri usulan saya verifikasi, begitu ketahuan, saya coret. Oke Pak Gub, silakan," lanjutnya.
Akhirnya, RAPBD Jawa Tengah untuk tahun 2015 bisa disahkan pada 28 November 2014 sebesar Rp 16,5 triliun. Pengesahan itu masih sesuai jadwal, tentu jauh dibanding DKI yang molor hingga hari ini. Soal DKI, Ganjar bisa memahami karena besarnya dana yang dikelola.
"DKI itu istilah saya bukan provinsi, tapi kota besar. Maka guberurnya seprti wali kota besar karena nggak ada DPRD kota. Makanya akumulasi di provinsi jadi besar banget, sementara kami ada 35 pemerintah (kab/kota) yang kelola," ucap Ganjar.
(iqb/vid)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini