"Sekarang kan banyak perkembangan teori hukum baru, ada restorative justice. Artinya hal tersebut (kasus Nenek Asyani) tidak usah ditahan atau diteruskan," ujar Pengamat Hukum Pidana Prof Dr Hibnu Nugroho saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (14/3/2015).
Restorative justice sendiri merupakan pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan. Baik untuk pelaku tindak pidana maupun korbannya sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru Besar Unsoed Purwokerto ini mengingatkan pihak-pihak yang terkait pada kasus Nenek Asyani. Bahwa ada alternatif penyelesaian selain menggunakan cara formal dalam penegakan hukum.
"Sekarang perkembangan hukum lebih humanis terhadap kasus ringan. Lebih pada pemulihan keadaan masyarakat setempat. Harus berpikir seperti itu. Kerugiaan kecil, pelaku orang tua, apa yang mau dicari," jelas Hibnu.
"Ada banyak alternatif penyelesaian. Lebih pada pembelajaran ke masyarakat setempat. Suatu saat kalau ada seperti itu lagi, baru dikenakan. Penyelesaian alternatifnya tidak melalui jalur formal," imbuhnya.
Nenek Asyani didakwa dengan Pasal 12 juncto Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan. Ia dituduh mencuri kayu jati milik Perhutani yang ia tebang sekitar 5 tahun lalu.
Warga Kecamatan Jatibanteng ini menangis sambil berlutut di ruang pengadilan agar ia bisa dibebaskan. Sejumlah tokoh, seperti Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, meminta agar permohonan penangguhan penahanan yang diajukan Asyani dikabulkan. Bahkan pihak Perhutani sendiri mengaku siap menjadi penjaminnya.
(ear/rvk)