Wah, Kini Wanita di Iran Semakin Pegang Peran

Wah, Kini Wanita di Iran Semakin Pegang Peran

- detikNews
Sabtu, 14 Mar 2015 14:02 WIB
Teheran - Ini masih tentang wanita Iran, yang tampak seperti lilin-lilin cantik (lihat 'Lilin-Lilin Cantik yang Berjalan'). Ketika dua kawan di antara rombongan mencoba naik bus kota di Teheran, pada Sabtu (7 Maret) lalu, mereka sempat menikmati pemandangan banyaknya penumpang wanita yang sangat rupawan.

"Kecantikan yang solid," kata seorang di antara mereka.

Harus diakui bahwa di Iran ini, yang sekitar separuh penduduknya berusia di bawah 35 tahun (menurut data 2012), sulit menemukan perempuan jelek, seimbang dengan kaum lelaki yang rata-rata juga ganteng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konon, kecantikan itulah yang dulu menyebabkan para wanita menutup diri rapat-rapat dengan cadar. Sejarah pakaian tradisional Iran itu telah eksis sebelum datangnya Islam, karena kekhawatiran terhadap para penguasa yang doyan mencomot wanita cantik di jalan secara sewenang-wenang, wanita-wanita Persia kuno mengembangkan penutup diri yang bisa melindungi tubuhnya rapat-rapat.

Bertahun-tahun kemudian datanglah Islam dan berhubung kebudayaan menutup tubuh itu sesuai dengan Islam maka ia pun tetap dipertahankan hingga sekarang.

Sampailah zaman ayahanda Syah yang terguling, Syah Reza Pahlevi. Ketika berkunjung untuk melihat kehebatan dan kemasyhuran Turki di bawah Attaturk yang ketika itu sedang naik daun, sang raja dinasihati: "Jika ingin semaju Turki buatlah peraturan itu, 'barang siapa ketahuan bercadar di jalan maka pakaian itu akan dikoyak-koyak tentara raja'."

Lalu orangpun memang menjadi takut memakai cadar. Kemudian, pada masa Syah Muhammad Reza, putranya, peraturan itu diperlunak.

Setelah itu, datanglah Ayatullah Khomeini, yang membawa mode pakaian Islam kembali dari Paris ke Persia, selain memperkenalkan model "baru" sebuah negara, setelah ulama keturunan Nabi SAW itu berhasil menggulingkan Syah Muhammad Reza Pahlevi, Februari 1979.

Pada awal pemerintahan Republik Islam Iran, peraturan pakaian wanita Islam diberlakukan bertahap. Mula-mula hanya pegawai pemerintah yang harus berkerudung rapat, atau mengenakan cadar. Tahap berikutnya, wanita-wanita yang hendak berurusan di kantor-kantor pemerintah harus berpakaian Islami.

Kemudian, lebih luas lagi, setiap toko, supermarket, dan beberapa tempat lain hanya diperbolehkan menerima konsumen yang berpakaian Islami; yang tidak pakai tidak boleh masuk. Dan terakhir, keluarlah peraturan yang mewajibkan pakaian Muslimah ini di seluruh negeri. Tidak pandang bulu. Baik dia Muslimah ataupun bukan, harus mengenakan penutup kepala alias jilbab.

Tetapi sekarang model jilbab itu tidak lagi serapat dulu. Meski sebagiannya masih mengenakan penutup seluruh tubuh jenis 'abaya' berwarna hitam yang menggelayuti badan mereka, di banyak tempat selain masjid -- seperti di bus, kereta, di toko, kantor, di pasar, Cafe;, dan hotel -- Anda bisa melihat wajah 'lilin-lilin cantik' itu dalam balutan jilbab warna-warni yang 'simple'.

Di kota besar macam Teheran, malah sebagian pemudi, khususnya mereka yang tidak beragama Islam, atau orang asing yang tinggal di Teheran, kini lebih suka mengenakan kerudung yang setengah terbuka, sehingga Anda bisa melihat bagian depan rambut mereka. Ringkasnya, mereka kini lebih modis. Beberapa kali kami juga menyaksikan sejumlah wanita dengan hidung diplester, menandakan perawatan habis operasi, dan alis mata yang dipermak.

Kaum Perempuan Kian Berperan

Itu agaknya sesuatu yang membedakan negara Islam Iran dengan negara Islam lain di Dunia Arab. Di sebagian negara Islam lain, kaum wanita cukup ketat "terjaga" di dalam rumah mereka. Beda yang lain adalah peranan wanita Iran amatlah besar. Bertolak belakang dengan perempuan di negara Islam lain, di mana wanita bahkan dilarang menyetir mobilnya sendiri, di Iran ini wanita jauh lebih 'bebas' melakukan apa saja, bahkan banyak dari mereka menyopir mobil pribadi atau bahkan bus kota.

Memang, sejak revolusi Islam yang dipimpin Khomeini, tahun 1979 lalu, Iran telah melegitimasi peran kaum wanita dalam undang-undang dasarnya. Sampai-sampai Khomeini sendiri menganggap perlu menegaskan kembali: "Wanita bebas memilih setiap bentuk kegiatan yang dikehendakinya."

Itu sebabnya di Iran kaum hawa berperan besar. Mereka bekerja di berbagai bidang, mulai dari pegawai perusahaan, di media (di banyak stasion TV, Anda bisa melihat para penyiar wanita mewawancari nara sumber), menjadi pemandu wisata, dalam olahraga, sampai parlemen. Bahkan pada pemilu Iran terakhir terdapat beberapa calon presiden wanita yang ikut berkompetisi -- tetapi kalah oleh Rukhani, Presiden Iran yang menggantikan Ahmadinejad.

Salah seorang milyarder di Iran, misalnya adalah seorang wanita. Namanya Sayidah Fatemeh Moghimi. Mirip dengan Susi Pudjiastuti (yang sekarang Menteri Kelautan Indonesia), Fatemeh (alias Fatimah) adalah Direktur Eksekutif perusahaan Transportasi Internasional yang punya kantor cabang di banyak negara.

Sebuah film dokumenter Presstv Iran pernah menyiarkan kisah Fatemeh bersama tiga wanita sukses Iran lainnya, Soheila Sadeghzadeh, wakil walikota Teheran urusan perencanaan dan desain kota, Dr. Ghamartaj Khanbabaee, dosen dan ahli paru-paru anak, serta Marzieh Yadegari, perwira polisi yang sekaligus atlit menembak Iran.

(ndr/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads