Pengacara Dwi, Asep Ruhiat mengatakan bahwa salinan grasi itu diberikan oleh Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan nomor putusan 18/G Tahun 2015 Presiden Republik Indonesia tertanggal 13 Februari 2015. Kasus Dwi sendiri terjadi pada tahun 2012 silam ketika Dwi berusia 24 tahun.
Pada 16 April 2012, Dwi melakukan aksi pembunuhan berencana terhadap ayah dan anak yaitu Agusni Bahar dan Dodi Haryanto. Mereka merupakan pemilik toko ponsel di Jl Kaharudin Nasution, Pekanbaru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu kepala Agusni dihantam balok dan sempat melawan hingga dibacok sampai tewas. Anak korban mencoba membantu tapi kemudian berhasil dibunuh pula. Setelah itu para pelaku menjarah harta korban.
Dari sana, ketiga pelaku diajukan ke meja hijau. Pada putusan PN Pekanbaru mereka divonis mati. Begitu juga pada Pengadilan Tinggi Riau kembali menguatkan putusan PN. Berupaya kasasi, namun kasasi mereka ditolak Mahkamah Agung (MA).
Nasib Dwi berbeda dengan 3 pembantai keluarga Suku Anak Dalam yaitu Syofial alias Iyen bin Azwar, Harun bin Ajis, dan Sargawi alias Ali bin Sanusi. Grasi ketiganya ditolak oleh Jokowi pada Desember 2014.
Dari data yang dihimpun detikcom, Sabtu (14/3/2015), grasi Syofial ditandatangani Jokowi terpisah dari dua rekannya, yaitu dalam Keppres 28/G tahun 2014. Sementara Harun dan Sargawi ditolak grasinya dalam Keppres 32/G tahun 2014. Ketiga Keppres itu diteken Jokowi tanggal 30 Desember 2014.
Ketiga terpidana mati itu saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Pulau Nusakambangan. Ketiganya terbukti bersalah telah membunuh satu keluarga Suku Anak Dalam di sebuah malam yang mencekam pada Sabtu (29/9/2000).
Kasus bermula ketika Harun, warga Desa Nalo Baru, Bangko, Merangin, Jambi bersama dengan Sargawi dan Syofial melakukan pencurian di sebuah rumah di daerah Ulu Sungai Kunyit, Dusun Petekun, Desa Baru, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi. Pembunuhan sadis itu terjadi sekitar pukul 19.30 WIB.
Awalnya ketiganya berniat melakukan pencurian. Namun ternyata mereka juga memperkosa Arrau yang tinggal di rumah tersebut sebelum membunuhnya. Tak hanya Arrau, 6 orang lainnya yang juga tinggal di rumah itu juga dibunuh yaitu Tampung Majang, Bungo Perak, Rampat Bebat, Pengendum, Nyabung, dan Bungo Padi. Ketujuh korban dihabisi dengan menggunakan sebilah parang dan dipukuli dengan batang kayu.
Atas perbuatannya, ketiga terpidana itu divonis mati oleh Pengadilan Negeri Bangko pada November 2001. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jambi pada tahun 2002. Kemudian mereka mengajukan grasi pada tahun 2011 serta mengajukan Peninjauan Kembali (PK) namun ditolak.
Setelah berupaya mencari keringanan hukuman yang akhirnya kandas, ketiganya masih mendekam di Nusakambangan. Kini setelah grasi mereka bertiga ditolak oleh Jokowi, trio pembunuh itu tinggal menunggu giliran untuk berhadapan dengan regu tembak.
(dha/ndr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini