"Jadi begini, dalam pertimbangan yang dibuat Pak Natabaya dan Muladi, satu, dikatakan jangan jadi the winner takes all. Maksudnya apa? Kalau dimenangkan kubu Bali, semua pengurus Bali. Kalau yang dimenangkan Ancol, semua Agung. Itu the winner takes all. Itu Pak Muladi nggak mau," kata Yasonna di Kantor Presiden, Jalan Veteran Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2015).
Selanjutnya, Mahkamah Partai memutuskan bahwa kubu yang kalah harus diakomodasi dan tidak boleh membentuk partai baru. Hal ini disadarkan dari pertimbangan Andi Mattalatta. "Dengan berdasarkan pendapat di atas, diambil diktum dalam Munas Ancol dan mewajibkan mengakomodasi Munas Bali dengan kriteria PDLT, ini kan berarti keinginan islah itu ada," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna membantah keputusannya tidak berdasarkan hasil konsultasi. Dirinya mengakui mengambil keputusan setelah mendapatkan pertimbangan dari para pakar dan staf ahli. Bahkan Yasonna mengatakan keputusan Kemenkum HAM bukanlah keputusan final, karena mewajibkan kubu Agung untuk mengakomodir kubu Ical. "Kalau sudah diserahkan dengan akta notaris, baru final," kata Yasona.
Soal kedekatan Agung dengan pemerintah, Yasonna mengatakan dirinya dekat dengan siapa pun di dalam internal Golkar, baik dari kubu Agung Laksono maupun kubu Ical.
"Saya jujur Pak Ical juga dekat dengan kita, saya memutuskan juga bertemu dengan teman-teman seberang itu, saya tidak mau sebut siapa, saya tidak nikmati ambil keputusan ini, karena dua-duanya teman saya. Pak Idrus teman saya di komisi II, kawan baik, Pak Priyo, Ade, Bamsoet, Supit itu ketua saya di Banggar. Coba bayangkan, tapi saya Undang-undang aja deh biar jelas," jelasnya.
(fiq/trq)