"Kita masih menemukan belanja jasa kantor besar, seperti pembelian peralatan komputer dan sebagainya masih besar," tutur Donnya saat berbincang dengan detikcom, Jumat (13/3/2015).
"Belanja jasa kantor hampir Rp 4,1 triliun. Kenapa ini tidak diturunkan," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari Rp 64 triliun pendapatan, kami temukan proporsi dengan Rp 19,08 triliun (hampir 1/3 APBD DKI yakni 24,5 persen) untuk belanja pegawai. Berarti tidak wajar dan tidak rasional, sedangkan penanganan banjir Rp 5,3 triliun. Masa lebih besar belanja pegawainya," sambungnya.
Selain itu, mantan jubir Kemendagri ini menggarisbawahi besaran anggaran tunjangan kinerja daerah (TKD) PNS DKI yang masih terlalu tinggi yaitu Rp 7 miliar. Dia juga menemukan besaran anggaran pengadaan yang mencapai Rp 7 triliun. Menurutnya, apabila jumlah itu tidak dikurangi dan dialihkan ke pos lain bisa berpotensi jadi sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa).
"Kami temukan lagi tidak terserap pengadaan Rp 7 triliun. Nggak akan terserap, ini akan jadi Silpa. Kita sepakat untuk dialihkan ke pengadaan konstruksi jalan yang baru Rp 2,9 triliun, pengadaan konstruksi jaringan air Rp 2,32 triliun dan pengadaan konstruksi pembelian bangunan Rp 5,4 triliun. Itu yang kita minta perbesar untuk infrastruktur dan modal," kata Donny.
Dijelaskannya, surplus fiskal DKI tergolong tinggi dan sudah jauh di atas rata-rata nasional dengan mencapai 61 persen. Besaran surplus itu disumbang dari pendapatan asli daerh (PAD) DKI dari Rp 64 triliun.
"PAD dari Rp 64 triliun pendapatan, Rp 38 triliun di antaranya (berasal dari) pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air pembukaan, pajak hotel restoran, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PBB Perdesaan dan Perkotaan. Nah, bayangkan apa ini hanya digunakan untuk surplus daerah mereka sendiri, kan nggak boleh," jelasnya.
Berikut data proyeksi kelompok pendapatan APBD 2015 yang diajukan oleh Pemprov DKI kepada Kemendagri:
1. BBM Kendaraan Bermotor Rp 6,5 triliun
2. PBB Kendaraan Bermotor Rp 1,4 triliun
3. Pajak Hotel Rp 2,3 triliun
4. Pajak Restoran Rp 2,8 triliun
5. Pajak Hiburan Rp 1 triliun
6. Pajak Reklame Rp 1,8 triliun
7. BPHTB Rp 5,5 triliun
8. Pajak Rokok Rp 500 miliar
9. PBB Perdesaan dan Perkotaan Rp 8 triliun
"PAD memang hak pemerintah daerah, tapi sisi belanja pada APBD harus diaplikasikan untuk hak publik. Itu yang kita minta dirasionalkan," terangnya.
Sementara itu data proyeksi kelompok belanja APBD 2015 yang dievaluasi Kemendagri antara lain:
1. Belanja jasa kantor kurang lebih mencapai Rp 4,1 triliun
2. Belanja Barang Habis Pakai Rp 2,002 triliun
3. Belanja Makan dan Minuman Rp 863 miliar
4. Belanja Pemeliharaan hampir Rp 3,7 triliun
5. Belanja Jasa Tenaga Ahli/Narasumber Rp 506 miliar
"Ini kan belanja-belanja nggak berpihak pada rakyat, makanya kita minta dialihkan untuk kepentingan publik. Mendagri sistemnya jelas kebijakan anggaran untuk rakyat, sesuai dengan Nawacita Jokowi-JK. Jadi jangan anggaran aparatur yang diperbesar, tapi (sebaiknya) untuk publiknya diperbesar. Ini yang ditunggu sampai 20 Maret," pungkasnya.
(aws/nrl)