"Jadi gini, baca saja UU No 12 Tahun 1995, ini soal, ini sangat filosofis perdebatannya. Jadi saya ajak semua tadi, baik KPK, ICW kita ajak berdebat, kita cari rumusan yang baik soal remisi dan pembebasan bersyarat," papar Yasonna di Kantor Presiden, Jalan Veteran, Jakpus, Kamis (12/3/2015).
Sebelumnya pernyataan Yasonna soal setuju napi koruptor diberikan remisi diutarakan dalam sebuah diskusi. Yasonna menegaskan, kalau remisi adalah hak bagi semua narapidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna juga menyampaikan ketidaksetujuannya bila remisi hanya diberikan kepada whistle blower.
"Kalau misalnya seorang namanya Badu, dia melakukan tindak pidana korupsi, oh dia bukan whistleblower hakim akan memberi pemberatan hukuman padanya. Di sini bukan di ujung sini, tidak membuat orang tidak punya harapan hidup. Dia kan manusia juga," urai dia.
"Jadi seperti yang dikatakan Adrianus Meliala, yang penting dia menerima hukuman tapi uang negara diambil dikembalikan. Bahkan bukan hanya dikembalikan, diambil Rp 2.000 miliar dikasih apa namanya denda, tapi dia juga dihukum," tambah dia.
Tetap menurut Yasonna, seorang napi harus mendapatkan hak untuk mendapat remisi.
"Tapi hukumannya ini dia punya hak remisi. Kalau dia berkelakuan baik, kalau dia memenuhi ketentuan perundang-Undangan. Jadi, ada mekanisme sebelum dia mendapat remisi," tutupnya.
(mok/ndr)