Mayoritas parpol di DPR cenderung menerima gagasan ini karena dianggap akan sangat membantu partai dari segi pendanaan. Walaupun begitu, menurut catatan Indonesia Corruption Watch, setidaknya ada 10 persoalan keuangan partai. Hal ini dianalisa dari permintaan laporan keuangan partai pada pengurus tingkat daerah di 4 provinsi pada tahun 2013-2014 lalu.
"Yang pertama, menerima sumbangan tertentu yang patut diduga berasal dari hasil korupsi dan tindak pidana lainnya. Permasalahan pendanaan tersebut meliputi aspek penerimaan, pengelolaan dan akuntabilitas," ujar peneliti Donal Fariz kepada wartawan di kantor ICW, Kalibata, Jaksel, Kamis (12/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang ketiga, menurut Donal adalah parpol menerima sumbangan melebihi aturan namun tidak dicatat dalam pembukuan. Sementara yang keempat parpol tidak melakukan penggalangan donasi publik (public fundraising).
"βIni ironis sebenarnya, partai hanya mengandalkan donasi dari kader mereka, tapi tidak ada sumbangan dari publik. Padahal banyak sekali yang berhasil dari sumbangan publik. Tapi kan saat ini orang tidak mau memberi donasi kepada partai karena publik tidak percaya pada parpol," kata Donal.
Permasalahan kelima adalah sumber pemasukan hanya diketahui segelintir elite partai. Sementara masalah keenam dalam pendanaan partai, pencatatan hanya dilakukan terhadap sumber keuangan yang berasal dari APBN/APBD.
"Sementara yang ilegal atau tidak melebihi aturan tidak akan pernah dicatat. Ini menjadi problem pendanaan ketujuh dalam temuan kami," sambungnya.
Yang kedelapan, hasil audit tidak disampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik. "Kalau kita lihat, tata kelola partai di Indonesia tidak lebih baik dari pengurus masjid. Masjid saja masih menyampaikan hasil infak dan sedekah di papan pengumuman masjid, sementara partai? Sangat jarang mereka mempublikasikan sumber sumbangan yang legal, apalagi yang ilegal," ungkap Donal.
Problem kesembilan, parpol cenderung memiliki dua pembukuan. β "Dari hasil penelusuran kita selama 2012 hingga 2014, mereka cenderung memiliki dua pembukuan, pertama yang disampaikan pada BPK, dan yang kedua yang disampaikan di internal saja," kata dia.
"Dan problem terakhir, mayoritas partai tidak melakukan konsolidasi laporan keuangan.β Dari temuan kami hanya PKS yang melakukan ini, walaupun tidak menutup kemungkinan juga ada anggota atau kader PKS yang melakukan korupsi," tukasnya.
(rni/tor)