Polemik Dana Siluman DKI Jadi Potret Anggaran Politik Daerah Lain

Polemik Dana Siluman DKI Jadi Potret Anggaran Politik Daerah Lain

Hardani Triyoga - detikNews
Senin, 09 Mar 2015 15:28 WIB
Foto: Hardani/detikcom
Jakarta - Perseteruan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan DPRD DKI terkait dana siluman dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) menjadi sorotan saat ini. Polemik ini pun diibaratkan seperti gambaran yang juga terjadi di daerah lain.

"Potensi kemunculan anggaran dana siluman ini punya (ada di daerah lain). Tapi, eksposnya kurang," kata Program Manager Divisi Monotoring Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas di kantornya, Jl Kalibata Timur VI D, Jakarta Selatan, Senin (9/3/2015).

Dia mencontohkan kasus anggaran Pemprov Banten era Ratu Atut. Beberapa mata anggaran era Ratu Atut itu di sektor pendidikan dan kesehatan ikut menjadi proyek yang dimainkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait hal ini, Firdaus mengingatkan agar pihak eksekutif dan legislatif harus bisa menjadi ruang untuk menekan permainan ini.

"Sama-sama (eksekutif dan legislatif) ada peluang terlibat," sebutnya.

Dia menggambarkan kasus pembahasan APBD memang selama ini rawan terjadi penyimpangan. Untuk eksekutif, pembahasan APBD dikhawatirkan menjadi upaya bagi-bagi 'jatah' lewat penyusupan tambahan anggaran. Adapun bagi gubenur atau bupati selaku eksekutif, APBD bisa menjadi ajang 'balas budi' dari pihak yang berjasa saat kampanye di Pilkada.

"Kalau di parlemen bisa untuk bagi-bagi, tapi untuk kepala daerah bisa jadi panggung balas jasa. Persoalan APBD DKI ini jadi potret kita untuk melihat keseriusan politik anggaran," tuturnya.

Meski demikian, untuk memantau pengawasan anggaran di daerah, menurutnya diperlukan peran pemerintah pusat. Dalam hal ini, menurut peneliti ICW lain, Febri Hendri diperlukan keberanian Presiden Jokowi seperti misalnya mewajibkan setiap pemerintah daerah untuk membuat anggaran dalam sistem e-budgeting. Cara ini dianggap cocok untuk pemberantasan korupsi.

"Nah, Kalau Jokowi komitmen pemberantasan korupsi, berani tidak terapin sistem e-budgeting," tutur Febri di tempat yang sama.

(hat/slm)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads