"Penggunaan hak angket ini bukan etika politik, cara bicaranya, terus hubungan dengan eksekutif dan legislatif. Ini seperti perebutan periuk nasi semata, seperti panggung politik. Kalau memang ingin benar mempersoalkan, maka harusnya gunakan hak interpelasi, yaitu bertanya," kata peneliti ICW Firdaus Ilyas di kantornya, Jl Kalibata Timur IV D, Jakarta Selatan, Senin (9/3/2015).
Dia pun memberikan pandangan kalau persoalan ini harus menjadi evaluasi. Baik oleh eksekutif yaitu Pemprov DKI serta legislatif selaku legislatif. Menurutnya, kedua pihak ini dalam kasus dana siluman memiliki potensi yang sama besar untuk terlibat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam berpendapat konflik antara Ahok dengan DPRD membuka mata publik untuk melihat. Publik menyindir politisi di DPRD yang dianggap sudah merasa nyaman dengan mekanisme penentuan anggaran.
"Ada Gubernur seperti karakter Ahok, ini ada perubahan DPRD yang terkesan panik. Makanya ada perseteruan tersebut. DPRD sepertinya terlalu nyaman selama ini sehingga tidak siap menghadapi perubahan saat ini," sebut Roy di tempat yang sama.
(hat/mok)