Namun menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti, dari data BPK itu tidak ada disebut kerugian atau indikasi kerugian negara.
"Tidak ada kerugian negara. Penerimaan negara bukan pajak itu masuk ke rekening negara, Rp 32,4 miliar," jelas Bivitri dalam penjelasannya, Senin (9/3/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di hasil audit itu jelas tidak ada pernyataan merugikan uang negara. Uang semua masuk ke kas negara. Dan persoalan teknis sehingga dihentikan menyangkut izin Kemenkeu, dan itu segera diberhentikan setelah tiga bulan jalan," urai Bivitri yang juga sahabat Denny ini.
Malahan juga, dalam hasil audit BPK disebutkan ada perbaikan layanan negara. Bivitri juga menyampaikan, Denny sama sekali tidak memperkaya orang lain.
"Itu pemenang tender perusahaan PT Doku dan Telkoom Finet justru rugi. Investasi mereka Rp 8 miliar, dan baru kembali Rp 600-an juta. Kan proyek baru tiga bulan jalan, lalu berhenti karena Kemenkeu tidak mengizinkan," urai dia. Dua perusahaan itu menang berdasarkan tender yang transparan.
Soal uang Rp 5 ribu bagi dua perusahaan itu juga merupakan biaya yang masuk ke provider sebagai penyedia jasa layanan. Masyarakat juga tidak diwajibkan untuk lewat pembayaran elektronik.
"Ini bukan pungli, kalau masyarakat ingin cepat bisa lewat pembayaran elektronik. Kemudian ada juga yang lewat cara manual, jadi tidak ada paksaan," jelasnya.
(fjp/ndr)